Internasional, Nusantara Media - Bentrokan bersenjata di perbatasan Thailand–Kamboja memasuki hari ketiga per 10 Desember 2025, memaksa lebih dari 500.000 warga sipil mengungsi akibat penggunaan artileri berat, drone, dan serangan udara. Konflik yang kembali meletus ini telah menewaskan sedikitnya 13 orang dan memicu krisis kemanusiaan terburuk sejak gencatan senjata Juli lalu. Di tengah tuduhan saling serang, Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyatakan siap menghentikan perang hanya dengan satu panggilan telepon.
Sengketa wilayah yang berpusat pada kompleks kuil Preah Vihear dan Ta Muen Thom kembali menjadi pemicu utama. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) telah menetapkan Preah Vihear milik Kamboja sejak 1962, demarkasi di lapangan masih abu-abu, memicu bentrokan berulang. Insiden terbaru bermula dari ledakan ranjau yang melukai tentara Thailand pada November, diikuti penembakan roket BM-21 Kamboja yang mendarat dekat rumah sakit di Provinsi Surin. Sebaliknya, Phnom Penh menuding jet tempur F-16 Thailand membom wilayah sipil di Provinsi Pursat.
Akibatnya, Thailand mengevakuasi 438.000 warga dari tujuh provinsi perbatasan, sedangkan Kamboja mencatat lebih dari 100.000 pengungsi internal. Kamboja bahkan secara resmi menarik seluruh kontingen atletnya dari SEA Games 2025 yang sedang berlangsung di Bangkok, hanya sehari setelah upacara pembukaan, karena alasan keamanan.
Presiden Donald Trump, yang sebelumnya mengklaim berhasil menengahi gencatan senjata Oktober melalui telepon dengan kedua pemimpin, kembali menawarkan intervensi.
“Saya benci mengatakan ini, tapi konflik bernama Kamboja-Thailand meledak lagi hari ini. Besok saya harus menelepon. Siapa lagi yang bisa bilang, ‘Saya akan menelepon dan menghentikan perang dua negara yang sangat kuat ini’,” ujar Trump dalam pidato kampanye di Pennsylvania pada 9 Desember 2025.
Pernyataan itu langsung memicu reaksi beragam: Thailand menyatakan tetap terbuka untuk dialog bilateral, sementara Kamboja menyambut baik tawaran mediasi asalkan tidak mengabaikan putusan ICJ. ASEAN melalui Malaysia segera menggelar pertemuan darurat, sementara Kedutaan Besar AS di kedua negara mengeluarkan travel warning radius 50 km dari garis batas.
Analisis mendalam menunjukkan eskalasi kali ini jauh lebih berbahaya dibanding konflik 2008–2011 karena keterlibatan senjata modern dan drone. Jika tidak segera diredam, risiko meluasnya konflik ke jalur perdagangan Mekong dan gangguan pariwisata ASEAN sangat nyata. Penarikan Kamboja dari SEA Games juga menjadi pukulan simbolis pertama terhadap semangat persaudaraan Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir.
Pemulihan situasi kini bergantung pada kecepatan diplomasi. Dengan tekanan Trump, dukungan ASEAN, dan desakan PBB, harapan masih terbuka agar “satu panggilan telepon” itu benar-benar mampu mengembalikan gencatan senjata sebelum korban jiwa dan pengungsi bertambah ratusan ribu lagi. Simak update selengkapnya hanya di Nusantara Media.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!