Dunia jurnalistik Indonesia kembali terguncang. Seorang pengawas proyek rehabilitasi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Dabo, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, diduga sengaja menghalangi tugas wartawan Metrobatam.com dan media lain. Dengan alasan sepele, yakni “belum terverifikasi Dewan Pers,” pengawas menolak memberikan keterangan. Lebih parah, seorang pekerja proyek menghina wartawan dengan menyebut mereka “hanya datang untuk meminta beras.” Insiden pada Jumat, 24 Oktober 2025, ini memicu kecaman nasional karena mengancam kebebasan pers, pilar demokrasi yang semakin rapuh.
Tim Metrobatam.com berupaya profesional saat meliput proyek renovasi MTsN Dabo senilai Rp4,2 miliar. Proyek ini tengah disorot oleh Ormas Projo Lingga karena dugaan mark-up anggaran. Wartawan telah mengikuti prosedur absensi di lokasi. **Namun, seorang pengawas proyek meminta identitas pers untuk “verifikasi Dewan Pers.” Setelah memeriksa, ia menolak memberikan keterangan dengan nada arogan: “Maaf, kami tidak bisa menjawab karena bapak belum terverifikasi.”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika wartawan meminta dasar hukum, pengawas itu bungkam. Tindakan ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (3) UU Pers menjamin hak jurnalis untuk mencari dan menyebarkan informasi tanpa hambatan. Selain itu, tindakan pengawas berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (1), yang mengancam pelaku penghalangan kerja pers dengan pidana dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Klimaks insiden terjadi saat seorang pekerja proyek menghina wartawan. “Kalian cuma datang untuk minta beras, saya tahu siapa kalian,” ujarnya. Hinaan ini bukan hanya serangan personal, melainkan pelecehan terhadap profesi jurnalistik yang bertugas mengawasi penggunaan uang rakyat. Proyek MTsN Dabo sendiri sedang menjadi sorotan karena dugaan penyimpangan anggaran, sehingga peran pers dalam mengawal transparansi sangat krusial.
Awang Sukowati, Korwil Kepri Nusantara Media, menegaskan bahwa verifikasi Dewan Pers bukan syarat wajib. **”UU Pers tidak membatasi jurnalis hanya pada yang terverifikasi. Yang penting ada badan hukum dan produk jurnalistik,” katanya.** Nusantara Media, di bawah PT Buana Kreatif Nusantara dengan AHU dan NIB, memenuhi syarat sebagai media resmi.
Sementara itu, Pimpinan Redaksi Metrobatam.com, Budi Arifin, bereaksi keras. “Kami bekerja untuk publik dan dilindungi UU Pers. Intimidasi ini mencederai kebebasan pers,” ujarnya. **Ia berencana melaporkan insiden ini ke Dewan Pers dan instansi terkait** untuk mencegah pengulangan di masa depan.
Kasus ini bukan insiden tunggal. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2025, dengan pengawas proyek dan oknum pejabat sebagai pelaku utama. “Kebebasan pers adalah syarat demokrasi, bukan barang nego,” tegas AJI. Ancaman terhadap jurnalis tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga melemahkan pilar demokrasi di Indonesia.
Proyek rehabilitasi MTsN Dabo, yang seharusnya mendukung pendidikan, kini tercoreng dugaan korupsi dan arogansi. Publik menuntut transparansi penuh, dan wartawan berhak melaporkannya tanpa hambatan. Sorotan kini tertuju pada Dewan Pers dan Polri untuk menangani kasus ini secara tegas.
Indonesia harus menjaga kebebasan pers dari arogansi lokal. Wartawan akan terus mengawal kebenaran demi kepentingan rakyat, meski menghadapi intimidasi.
Penulis : TIM
Editor : Admin












