Pandeglang, Nusantara Media – Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalan Tol Serang–Panimbang kembali menuai kritik tajam dari masyarakat. Kerusakan parah pada akses jalan di wilayah terdampak, seperti di Kecamatan Patia dan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang,

dinilai mengganggu aktivitas sosial-ekonomi warga dan membahayakan keselamatan, terutama saat musim hujan.

Aliansi Banten Raya (ABR), bersama Gerakan Mahasiswa Patia dan Paguyuban Pemuda Simpang Tiga, menyoroti bahwa proyek tol yang seharusnya membawa kemajuan justru menciptakan masalah baru bagi masyarakat akar rumput.

Jalan akses utama yang dulunya lancar kini berubah menjadi berlumpur, berlubang, dan sulit dilalui akibat lalu lalang kendaraan berat proyek.

Koordinator ABR, Iim Mukhoiri Adhan, menyatakan bahwa isu ini bukan hanya teknis, melainkan pelanggaran tanggung jawab hukum dan sosial. "AMDAL dan Andalalin bukan sekadar formalitas, tapi kewajiban untuk melindungi hak warga.

Fakta di lapangan menunjukkan dampak proyek dibiarkan begitu saja, sementara masyarakat dipaksa beradaptasi dengan risiko tinggi," tegasnya.

Dampak kerusakan jalan ini luas: pelajar kesulitan berangkat sekolah karena jalan licin dan berlumpur, petani sulit mengangkut hasil panen, serta pedagang mengalami penurunan omset akibat distribusi barang terhambat.

Kondisi ini bertentangan dengan tujuan pembangunan infrastruktur nasional yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

ABR menuding PT Hutama Karya (Persero) sebagai pelaksana proyek bertanggung jawab langsung atas kerusakan tersebut. Pemerintah daerah juga dikritik karena kurang maksimal dalam pengawasan dan penindakan.

"Dalam negara hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, pembangunan harus akuntabel dan melindungi hak warga. Jika dibiarkan, ini bukan kelalaian biasa, tapi kegagalan struktural," ujar Iim.

Sebagai bentuk kontrol sosial, ABR menyatakan sikap tegas dengan rencana menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut perbaikan konkret, bukan hanya janji. "Pembangunan tol Serang-Panimbang tidak boleh mengorbankan hak dasar warga atas jalan aman dan layak. ," tutupnya.

Kritik serupa pernah muncul di berbagai wilayah terdampak proyek tol ini, di mana warga mengeluhkan janji perbaikan yang tak kunjung direalisasikan meski proyek terus berlanjut hingga akhir 2025.