Pepatah Melayu kuno, “Alamat kapal akan tenggelam,” kembali bergema di tengah kabar pembukaan besar-besaran hutan di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, untuk perkebunan sawit. Ungkapan ini mengandung makna mendalam: perusakan alam hanya menunggu waktu untuk memicu bencana. Hutan Lingga, yang selama ini menjadi penyangga air dan rumah bagi satwa, kini terancam oleh deru alat berat yang merobohkan pohon demi lahan sawit.
Hutan Lingga, yang dikenal sebagai jantung ekosistem Kepulauan Riau bagian timur dan utara, menghadapi ancaman serius akibat deforestasi. Pohon-pohon yang menjadi sumber pangan, obat tradisional, dan habitat satwa liar kini berganti dengan lahan monokultur sawit. Peneliti lingkungan Hasbi Muhammad memperingatkan bahwa konversi hutan ini tidak hanya mengurangi tutupan pohon, tetapi juga menghapus biodiversitas dan meningkatkan emisi karbon, terutama jika hutan primer atau lahan gambut terdampak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembukaan lahan sawit memicu erosi tanah dan sedimentasi yang mengganggu aliran sungai serta ekosistem muara. Limbah cair sawit, dikenal sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME), mencemari perairan, merusak padang lamun dan terumbu karang—tempat ikan bertelur dan berkembang. Akibatnya, nelayan pesisir Lingga mengalami penurunan hasil tangkapan, mengancam mata pencaharian mereka.
Ekspansi sawit juga membawa risiko pencemaran lingkungan dan emisi karbon. Hal ini mempercepat perubahan iklim, yang berdampak pada cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan jangka panjang.
Mereka melawan ekspansi sawit dengan suara dan aksi tanpa kekerasan, menegaskan bahwa hutan bukan sekadar lahan investasi, melainkan warisan budaya dan sumber kehidupan. Merry menulis, “Hutan Lingga adalah paru-paru terakhir Kepulauan Riau. Di sana air menetes menjadi sungai, udara tersaring menjadi napas, dan tanah menjadi sumber kehidupan.”
Di tengah janji investasi dan pembangunan, suara masyarakat Lingga menjadi pengingat bahwa hutan adalah identitas budaya dan penyangga kehidupan. Pepatah “alamat kapal akan tenggelam” bukan sekadar peringatan, tetapi panggilan untuk bertindak. Melindungi hutan Lingga berarti menjaga keberlanjutan ekosistem dan warisan untuk generasi mendatang.
Penulis : Awang Sukowati