Padahal, kasus ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023. Artinya, masih ada 5 tahun lagi yang belum dihitung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebut bahwa perhitungan tahun 2023 menunjukkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Ia menegaskan bahwa jika modusnya tetap sama, maka pihak berwenang dapat menghitung kerugian, dan totalnya kemungkinan akan semakin besar. Namun, ahli keuangan perlu menghitung secara pasti besarnya kerugian negara dalam kasus ini. Besaran kerugian negara ini juga bisa jadi berbeda di tahun kejadian atau pada jumlah di masing-masing komponennya. Harli menegaskan bahwa tim harus memeriksa setiap komponen untuk memastikan apakah hal yang terjadi pada 2023 juga berlangsung pada 2018, 2019, 2020, dan seterusnya. Melansir dari keterangan resmi Kejaksaan Agung, kerugian negara sementara mencapai Rp 193,7 triliun. Kerugian ini terbagi menjadi lima komponen, yaitu:- Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp 35 triliun.
- Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun.
- Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun.
- Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun.
- Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
Sedangkan 3 broker yang menjadi tersangka adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!