Nusantara Media – Seorang kontributor atau penulis opini di portal berita detikcom menjadi korban kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh orang tak dikenal.
Pelaku menyerang korban setelah detikcom menerbitkan tulisannya yang mengkritik pengangkatan seorang perwira tinggi militer ke posisi jabatan sipil pada Kamis, 22 Mei 2025.
Menurut Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Erick Tanjung, insiden tersebut mencerminkan adanya upaya untuk membungkam kebebasan berekspresi yang seharusnya dilindungi dalam sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menilai tindakan intimidasi dan penurunan artikel adalah pola represi yang mengingatkan pada praktik otoriter masa lalu,” ujar Erick pada Jumat, 23 Mei 2025.
Tulisan Soroti Meritokrasi ASN
Tulisan berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” menuai sorotan karena mengkritisi keputusan pemerintah menunjuk Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Penulis mempertanyakan prinsip meritokrasi dalam pengisian jabatan sipil. Ia menyoroti latar belakang militer Djaka Budi yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama di Badan Intelijen Negara (BIN).
Penulisnya sendiri adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) yang sedang melanjutkan studi pascasarjana.
Setelah tulisan tersebut tayang, ia justru mengalami dua kali aksi kekerasan fisik yang diduga kuat berkaitan dengan opini yang ditulisnya.
Rentetan Kekerasan Usai Artikel Terbit
Berdasarkan pengakuan penulis, insiden pertama terjadi ketika ia hendak mengantar anaknya ke sekolah.
Dua pria berhelm tertutup menyenggol dan mendorongnya hingga jatuh.
Tak lama berselang, penyerangan kedua terjadi—kali ini pelaku juga mengendarai sepeda motor dan kembali menjatuhkannya sebelum kabur.
Kedua kejadian itu membuat penulis trauma dan merasa keselamatannya terancam.
Redaksi Detikcom Cabut Artikel

Penulis langsung meminta redaksi detikcom menghapus opininya setelah mengalami kekerasan tersebut.
Redaksi detikcom menunda mengabulkan permintaan itu karena mereka mensyaratkan rekomendasi resmi dari Dewan Pers sebelum mencabut opini tersebut.
Redaksi kemudian menyarankan penulis agar membuat pengaduan ke Dewan Pers.
Penulis mengajukan permintaan penghapusan artikel, kemudian detikcom segera menghapus seluruh isi artikel dan mengganti judulnya menjadi ‘Tulisan Ini Dicabut’ walau surat rekomendasi dari lembaga terkait belum keluar.
Di halaman yang sama, redaksi langsung menyisipkan klarifikasi yang menyatakan bahwa penulis sendiri yang meminta penghapusan artikel tersebut.
Redaksi menjelaskan bahwa mereka menghapus tulisan opini tersebut karena penulis secara langsung meminta penghapusan, bukan karena rekomendasi dari Dewan Pers.
Redaksi juga menegaskan bahwa alasan keselamatan berasal dari pernyataan penulis sendiri.
Berdasarkan informasi yang Redaksi Nusantara Media peroleh dari Tempo, redaksi Tempo telah menghubungi Editor detikcom, Sudrajat, pada Jumat, 23 Mei 2025.
Dalam komunikasi tersebut, Ajat menjelaskan peristiwa yang terjadi, namun tidak mengizinkan pernyataannya untuk dikutip demi menjaga privasi.
Dewan Pers: Belum Keluarkan Rekomendasi
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi kepada detikcom untuk menarik artikel tersebut.
“Dewan Pers belum memberikan rekomendasi, saran, ataupun permintaan kepada redaksi detikcom untuk mencabut artikel opini tersebut,” kata Komaruddin Hidayat dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 24 Mei 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa lembaganya telah menerima laporan resmi dari penulis dan saat ini sedang dalam proses verifikasi serta kajian lebih lanjut.
Komaruddin menegaskan bahwa redaksi media berhak melakukan koreksi atau mencabut artikel. Namun, redaksi tetap harus berpegang pada prinsip akurasi, keberimbangan, dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Namun, ia menekankan pentingnya keterbukaan informasi kepada publik.
Ia juga menegaskan bahwa media harus secara jelas menjelaskan pencabutan berita kepada publik. Penjelasan itu penting agar media tidak memicu spekulasi dan tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Komaruddin juga menyayangkan adanya dugaan intimidasi terhadap penulis. Ia menyerukan semua pihak untuk menjaga ruang demokrasi dan menghormati suara kritis warga negara, termasuk dari kalangan mahasiswa.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf
Editor : Redaksi