Serang, Nusantara Media – Kasus dugaan korupsi dan mark-up pengadaan website desa di Kabupaten Serang kembali menjadi sorotan. Koordinator GEMPAS Serang Raya, Abdur Rosyid, mengkritik Polda Banten karena lamban menindaklanjuti Surat Audiensi terkait laporan pengaduan (LAPDU) dugaan mark-up proyek tersebut. Meskipun laporan telah mencakup data pendukung, dokumen kontrak, dan indikasi pelanggaran hukum, belum ada langkah konkret dari kepolisian.
Abdur Rosyid menegaskan, “Kami melaporkan dugaan mark-up dan penyimpangan anggaran sejak berbulan-bulan lalu. Namun, Polda Banten belum memeriksa kasus ini secara serius. Kami curiga ada tekanan politik yang menghambat proses hukum.” Ia menyoroti keterlibatan PT. Wahana Semesta Multimedia sebagai pihak ketiga dalam proyek tersebut.
Menurut GEMPAS, proyek website desa melanggar prinsip transparansi dan efisiensi anggaran sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi serta Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Selain itu, Sekretaris Umum GEMPAS, Hendra Irawan, mencatat beberapa desa tidak menerima manfaat langsung dari proyek ini. “Kami menemukan indikasi monopoli vendor dan dugaan gratifikasi dalam penunjukan rekanan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibat kekecewaan terhadap kinerja Polda Banten, mahasiswa berencana menggelar aksi demonstrasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Hendra menambahkan, “Jika Polda Banten tidak berani menindak pelaku utama, kami akan membawa kasus ini ke KPK. Negara harus tegas melawan praktik korupsi elit daerah.”
Kasus ini mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan daerah dan minimnya pengawasan. GEMPAS mendesak penegakan hukum yang transparan dan adil untuk mengusut dugaan korupsi proyek website desa di Kabupaten Serang.
Penulis : Sandi