Jakarta, Nusantara Media –Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyampaikan kritik terhadap distribusi anggaran pendidikan dalam APBN, PDIP menyoroti pemerintah belum memprioritaskan anggaran pendidikan dasar.
PDIP secara tegas mengkritik besarnya alokasi anggaran untuk sekolah kedinasan dan program makan bergizi gratis (MBG).
Ketua DPP PDIP, Maria Yohana Esti Wijayati, mengungkapkan bahwa alokasi mandatory spending 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan belum menyasar sasaran yang tepat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Esti menyampaikan bahwa menurut PDI Perjuangan, pengalokasian anggaran pendidikan oleh pemerintah pusat belum berjalan sebagaimana seharusnya. Pernyataan itu ia sampaikan dalam forum di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin, 30 Juni 2025.
Esti menilai kementerian dan lembaga negara masih mendominasi alokasi dana pendidikan untuk sekolah-sekolah kedinasan secara berlebihan.
Menurut Esti, biaya pendidikan untuk satu mahasiswa sekolah kedinasan sangat tinggi. Jumlahnya bahkan bisa melampaui dana bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri.
Desakan Penyesuaian APBN demi Pendidikan Dasar dan Menengah Gratis

Di sisi lain, Esti juga memberikan perhatian terhadap program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Program tersebut saat ini menyerap anggaran sebesar Rp71 triliun atau sekitar 10 persen dari total dana pendidikan nasional.
“Mestinya itu tidak perlu masuk atau tidak boleh dimasukkan di dalam anggaran pendidikan,” katanya.
Esti mendesak pemerintah untuk memprioritaskan anggaran pendidikan secara tegas bagi jenjang dasar dan menengah.
Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja menetapkan bahwa pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, harus tersedia secara cuma-cuma oleh negara.
Ia menegaskan bahwa pemerintah hanya bisa menerapkan putusan tersebut jika segera menyesuaikan struktur pengeluaran anggaran pendidikan nasional.
Esti beranggapan bahwa anggaran untuk sekolah kedinasan dan makan gratis seharusnya tidak mengambil porsi besar dari total alokasi pendidikan.
Ia menekankan pentingnya membangun komitmen bersama untuk memprioritaskan pendidikan dasar sebagai bagian utama dalam kebijakan pendidikan nasional.
Distribusi Dana Pendidikan Dinilai Tidak Merata antar Kementerian
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, juga memberikan pernyataan mengenai keputusan MK tersebut. Menurutnya, keputusan itu sejalan dengan dasar konstitusi.
Namun, ia menilai tantangan utama bukan pada substansi putusan, melainkan pada proses penyusunan dan pembagian anggarannya.
“Putusan MK itu bukan sesuatu yang baru. Wajib belajar memang semestinya gratis. Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana penganggarannya,” ujar Atip saat memberikan keterangan kepada media pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Atip menilai bahwa tantangan terbesar bukan terletak pada total nilai anggaran, tetapi pada penyebarannya yang terlalu melebar ke berbagai kementerian dan lembaga.
Ia menegaskan bahwa pemerintah belum mendistribusikan anggaran pendidikan secara merata meski telah menetapkan porsi 20 persen dari APBN.
Ia mencontohkan bahwa Kemendikdasmen hanya mengelola sekitar 4,6 persen dari total dana pendidikan tersebut.
Esti mencontohkan bahwa sejumlah kementerian mengklaim memiliki fungsi pendidikan, sehingga turut menggunakan dana tersebut untuk pelatihan dan sekolah kedinasan.
“Kita perlu refocusing. Perlu penataan ulang agar 20 persen anggaran itu betul-betul dipakai untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah,” jelasnya.