Jakarta, Nusantara .media– Proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menuai kontroversi tertutup setelah Komisi I DPR RI mengadakan rapat di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14-15 Maret 2025. Rapat yang membahas perubahan signifikan dalam UU TNI, termasuk penambahan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP),
Rapat yang berlangsung selama dua hari ini, dengan agenda utama membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI, dinilai kurang transparan karena pemilihan lokasi di hotel mewah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas dan partisipasi publik dalam proses
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Seharusnya, pembahasan undang-undang yang berkaitan dengan keamanan negara dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat, tegas seorang aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil, menyuarakan kekecewaan atas proses yang dinilai eksklusif.
Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah penambahan jenis OMSP dari
“Penambahan ini perlu dikaji lebih dalam. Kita tidak ingin melihat keterlibatan TNI dalam urusan yang seharusnya menjadi tanggung jawab kepolisian atau lembaga sipil lainnya,” imbuh
Masyarakat sipil, termasuk organisasi seperti KontraS dan Amnesty International, secara tegas mengecam pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup. Mereka menilai bahwa langkah ini mencerminkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembuatan undang-undang.
“Pembahasan yang dilakukan di hotel mewah ini menyakiti hati rakyat. Kami mendesak DPR dan
Meski menuai kritik, DPR berencana menyelesaikan pembahasan revisi UU TNI sebelum masa reses pada 21 Maret 2025. Hingga saat ini, sekitar 40% dari total 92 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) telah dibahas.
“Target kami adalah menyelesaikan pembahasan ini secepat mungkin, namun tetap memperhatikan masukan dari berbagai pihak,” ungkap salah satu anggota Komisi I DPR, memberikan jaminan bahwa
Revisi UU TNI ini menjadi sorotan nasional karena maknanya yang luas terhadap peran militer dalam kehidupan bernegara. Proses yang transparan dan partisipatif menjadi kunci untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.
Penulis : Ali
Editor : Redaksi