Pekanbaru, Nusantara Media – Ribuan orang dari Kabupaten Pelalawan, Riau, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau, Kota Pekanbaru, pada Rabu (18/6/2025).
Mereka menolak kebijakan relokasi yang pemerintah tetapkan terhadap kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang pemerintah nyatakan sebagai hutan lindung.
Pemerintah menganggap permukiman dan kebun kelapa sawit milik warga berada dalam batas kawasan TNTN. Sekitar satu minggu lalu, Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) menyegel lahan seluas 81.793 hektare tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah meminta warga segera melakukan relokasi secara mandiri. Namun, masyarakat menolak permintaan itu karena mereka meyakini lahan tersebut merupakan milik turun-temurun.
Pantauan langsung dari lapangan menunjukkan bahwa massa sudah memadati kawasan Jalan Jenderal Sudirman sejak pagi buta. Ruas jalan utama di ibu kota provinsi itu lumpuh karena lautan manusia berkumpul menyuarakan tuntutan.
Pihak kepolisian menerjunkan personel penuh untuk mengawal aksi agar berjalan tertib. Unjuk rasa berlangsung damai tanpa gangguan berarti.
Warga menyampaikan tuntutan secara damai, lalu Gubernur Riau Abdul Wahid, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan, serta Bupati Pelalawan Zukri Misran menerima beberapa perwakilan peserta aksi.
Dalam forum pertemuan tersebut, Koordinator Lapangan Wendri Simbolon mengutarakan isi tuntutan massa secara langsung.
“Aksi kami hari ini dihadiri 8.000 orang. Kami menyatakan akan bertahan dan tidak bersedia direlokasi saat ini,” ujar Wendri.
Ia juga meminta pemerintah daerah mendampingi warga untuk bertemu langsung dengan Presiden dan DPR RI guna membahas nasib mereka secara resmi.
“Kami meminta agar dalam waktu 7×24 jam diberikan rekomendasi untuk menyampaikan aspirasi ke pusat. Kalau tidak, kami akan menduduki kantor gubernur sampai ada keputusan,” tegas Wendri.
Di Depan Kantor Gubernur Pemerintah Memberi Respon Resmi

Menanggapi suara warga, Gubernur Riau Abdul Wahid menegaskan bahwa pemerintah pusat menetapkan kebijakan terkait kawasan TNTN dan menugaskan Satgas PKH untuk menjalankannya.
Meski begitu, Wahid berjanji akan menyampaikan masukan dari masyarakat kepada pemerintah pusat. Namun, ia meminta tenggang waktu yang lebih longgar.
“Kebijakan ini dari nasional. Tapi, aspirasi masyarakat ini menjadi atensi kami. Tapi, kami tidak bisa menyanggupi satu minggu. Karena komunikasi ini butuh pendekatan khusus. Nanti akan kami coba kami sampaikan, tapi jangan terlalu mepet. Beri waktu satu bulan kami coba bicarakan dengan pusat. Karena butuh waktu pendekatan, biar tidak mengecewakan kawan-kawan,” ujar Wahid.
Massa akhirnya menerima usulan waktu satu bulan tersebut. Dalam keterangan terpisah, Wendri menegaskan bahwa warga akan tetap bertahan di lokasi dan tidak akan hengkang sebelum ada kepastian dari pemerintah pusat.
“Uutuk saat ini, kami akan tetap tinggal di sana. Tadi memang sudah disepakati bersama Pak Gubernur Riau untuk memfasilitasi kami melakukan pertemuan dengan pemerintah pusat. Pak Gubernur memberikan waktu sebulan,” katanya.
Wendri menyebut, saat ini kondisi di lapangan cukup mencekam karena Satgas telah memasang portal di beberapa dusun. Bahkan, mereka sudah membongkar paksa dua rumah warga.
“Dari sini kan kita tidak mau relokasi mandiri. Negara harus punya tanggung jawab pada masyarakatnya. Kalau pun relokasi, harus ada ganti rugi yang sesuai,” ungkap Wendri.
Lebih lanjut, Wendri menegaskan bahwa warga menggelar aksi hari itu agar masyarakat luas tidak salah menilai posisi mereka.
“Kami bukan merusak hutan. Tapi kami memang boleh masuk (kawasan TNTN) dan tidak ada tindakan sejak 2004 sampai sekarang,” sebutnya.
Perwakilan massa lainnya, Abdul Aziz, menyampaikan bahwa masyarakat yang mendiami kawasan TNTN terbagi dalam tiga kelompok.
. Aziz menyebut masyarakat yang tinggal sebelum penunjukan TNTN memiliki hak, sesuai aturan pemerintah. Namun, hingga kini pemerintah belum mengeluarkan hak tersebut.
Imbauan Tegas dari Pihak Kepolisian
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan turut memberikan tanggapan dalam pertemuan bersama para pengunjuk rasa. Ia mengingatkan peserta aksi agar menjalankan unjuk rasa dalam koridor damai.
“Saya minta rekan-rekan yang menyampaikan aspirasi, jangan sampai melakukan tindakan perusakan. Sampaikanlah aspirasi dengan santun. Kemudian, tidak merusak lingkungan. Tadi saya lihat tanaman di media jalan diinjak. Itu juga mahkluk hidup,” ujar Herry.
Ia menekankan bahwa kawasan TNTN merupakan habitat alami satwa langka, seperti gajah sumatera, yang juga memiliki hak untuk hidup aman.
“Saya berdiri di sini mewakili gajah. Makhluk hidup juga ingin hidup. Idealnya TNTN ini kan untuk ekosistem gajah. Kalau rekan-rekan minta keadilan, saya mewakili gajah juga meminta keadilan,” tuturnya.
Kapolda pun mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan harmoni antara hak hidup manusia dengan keberlangsungan ekosistem lingkungan.
Sebagai informasi, Satgas PKH mulai menyita lahan yang warga tempati sejak Selasa (10/6/2025). Lokasi tersebut berada di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Otoritas sebelumnya telah memberikan tenggat waktu selama tiga bulan bagi warga untuk relokasi sukarela. Namun hingga kini, warga memilih untuk bertahan hingga ada kejelasan dari pemerintah pusat.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf
Editor : Redaksi