Nusantara Media – Perseteruan antara Presiden AS Donald Trump dan Harvard University semakin memanas. Trump memutuskan untuk menghentikan pendanaan dan Harvard merespons dengan mengajukan gugatan hukum.
Trump secara terbuka mengancam akan mencabut pendanaan sebesar USD 9 miliar (sekitar Rp 150 triliun) untuk Harvard. Ia menuduh kampus tersebut membiarkan sikap anti-semitisme tumbuh di lingkungan akademiknya.
Ia juga mengincar universitas-universitas elit di AS yang mahasiswanya terlibat dalam protes keras terkait konflik Israel-Hamas di Gaza.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, Trump membekukan dana federal dan memerintahkan petugas imigrasi untuk mendeportasi mahasiswa asing yang terlibat demonstrasi, termasuk mereka yang memiliki kartu hijau.
Trump juga mengancam akan memutuskan kontrak senilai USD 255,6 juta antara Harvard dan pemerintah. Serta komitmen hibah jangka panjang senilai USD 8,7 miliar.
Namun, Harvard menolak tunduk pada ancaman Trump dan menegaskan bahwa mereka tidak akan mengorbankan kebebasan akademik mereka.
“Universitas tidak akan menyerahkan kemerdekaannya atau melepaskan hak-hak konstitusionalnya,” kata Presiden Universitas Harvard, Alan Garber, seperti dikutip DW pada Selasa (22/4/2025).
Sementara itu, Harvard menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengatur universitas swasta tersebut.
Garber secara tegas menyatakan bahwa hanya Harvard yang berhak menentukan isi pengajarannya, bukan pemerintah atau pihak berwenang mana pun.
“Tak ada pemerintah-terlepas dari partai mana yang berkuasa-yang dapat mendikte universitas swasta, terkait apa yang bisa diajarkan, siapa yang bisa diterima dan dipekerjakan, serta bidang studi dan penyelidikan apa yang bisa mereka jalankan,” jelasnya.
Akibatnya, pemerintah AS memutuskan untuk menangguhkan dana hibah lebih dari USD 2,2 miliar (sekitar Rp 37,1 triliun) dan kontrak senilai USD 60 juta (sekitar Rp 1 triliun).
Kementerian Pendidikan AS mengklaim bahwa kampus bergengsi itu gagal memenuhi standar intelektual dan hak sipil yang menjadi dasar pemberian dana federal.
Departemen tersebut juga mendesak institusi pendidikan untuk mengurangi pengaruh fakultas, staf, dan mahasiswa yang lebih fokus pada aktivisme daripada riset ilmiah.
Trump Mencabut Status Pembebasan Pajak Harvard

Setelah membekukan dana hibah, Trump melangkah lebih jauh dengan mencabut status bebas pajak Harvard.
Sebagai langkah selanjutnya, menurut laporan AFP, ia telah menginstruksikan Internal Revenue Service (IRS) untuk mencabut keistimewaan pajak kampus bergengsi tersebut.
Pencabutan ini terjadi hanya sehari setelah Trump pertama kali menyampaikan ancamannya. Media seperti CNN dan Washington Post melaporkan bahwa IRS segera mulai menyusun langkah untuk memenuhi permintaan Trump pada Rabu (16/4).
Sebagai tanggapan, Trump secara terbuka mengejek institusi pendidikan tersebut. Ia menyatakan bahwa kampus itu sudah tidak layak lagi masuk dalam jajaran universitas terbaik dunia.
Trump mengecap Harvard sebagai ‘lelucon’, menuduh kampus itu menyebarkan kebencian dan kebodohan, lalu menegaskan bahwa institusi tersebut tidak pantas lagi mendapatkan dana dari pemerintah.
“Harvard tidak dapat lagi dianggap sebagai tempat belajar yang layak, dan tidak boleh dianggap sebagai bagian dari daftar Universitas atau Kolese Terbaik Dunia,” ujar Trump melalui akun Truth Social-nya, seperti yang dilaporkan oleh AFP.
“Harvard is a JOKE (Harvard adalah lelucon), mengajarkan kebencian dan kebodohan, dan tidak boleh lagi menerima dana federal,” lanjutnya.
Trump meluapkan kemarahannya kepada Harvard—kampus penghasil 162 pemenang Nobel—karena universitas itu secara tegas menolak permintaannya untuk tunduk pada pengawasan pemerintah dalam urusan penerimaan mahasiswa, perekrutan staf, dan arah politik kampus.
Trump secara agresif mendorong sejumlah tuntutan kepada Harvard, tetapi universitas itu menolaknya mentah-mentah. Berikut adalah tuntutannya:
- Mengakhiri penerimaan mahasiswa yang mempertimbangkan ras atau asal negara mahasiswa
- Mencegah penerimaan mahasiswa asing yang memusuhi nilai-nilai dan lembaga Amerika
- Mengakhiri perekrutan staf berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau asal negara
- Mengurangi kekuatan mahasiswa dalam tata kelola kampus
- Mengaudit mahasiswa dan staf untuk keberagaman sudut pandang
- Mereformasi seluruh program untuk catatan anti-semitisme atau bias lainnya yang mengerikan
- Menindak protes kampus.
Harvard Balas Balik Langkah Trump

Baru-baru ini, Harvard mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Donald Trump. Mengutip laporan AFP pada Selasa (22/4/2025), Harvard mengajukan tuntutan hukum di pengadilan federal.
Gugatan tersebut mengungkapkan bahwa pemerintah berusaha memanfaatkan pemotongan dana federal untuk mengendalikan kebijakan akademis di Harvard.
Menurut pengajuan hukum, tindakan ini juga menargetkan lembaga-lembaga lain yang mendapat perhatian Trump.
Salah satu kampus terbaik di dunia tersebut menyatakan bahwa langkah Trump bertentangan dengan konstitusi AS. Mereka menuduh kebijakan tersebut dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak rasional.
“Tindakan pemerintah tidak hanya melanggar Amandemen Pertama, tetapi juga hukum dan peraturan federal,” demikian pernyataan dalam gugatan tersebut, yang menyoroti kebijakan Trump yang dianggap tidak adil.
Trump dan tim Gedung Putih membela serangan mereka terhadap kampus tersebut dengan menyatakan bahwa mereka merespons antisemitisme yang menurut mereka sudah tidak terkendali.
Pemerintah AS menilai aksi-aksi protes terhadap perang Israel di Gaza yang terjadi di kampus-kampus AS sebagai bentuk antisemitisme yang meluas.
Harrison Fields, juru bicara Gedung Putih, dalam keterangannya, mengatakan bahwa Trump berusaha mengembalikan universitas di AS ke posisi terbaik dunia. Dengan cara mengatasi isu antisemitisme.
“Trump berusaha untuk membuat perguruan tinggi hebat lagi dengan mengakhiri antisemitisme yang tak terkendali dan memastikan uang pembayar pajak federal tidak mendanai dukungan Harvard terhadap diskriminasi rasial yang berbahaya atau kekerasan bermotif rasial,” demikian tulisnya dalam pernyataan resmi.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf