Bola, Nusantara Media – Yuran Fernandes, bek andalan PSM Makassar, menerima larangan bermain selama 12 bulan dari PSSI karena mengkritik tajam sepak bola Indonesia. PSSI mengumumkan hukuman ini pada 8 Mei 2025 di Jakarta setelah pernyataan Yuran di media sosial memicu kontroversi. Pemain asal Cabo Verde ini, yang mengukir nama sebagai pilar pertahanan PSM, kini menghadapi ancaman karir. Akankah hukuman ini mengubah pandangan pemain lain terhadap PSSI? Bisakah Yuran bangkit dari sanksi berat ini?
Yuran Fernandes Picu Kontroversi di Media Sosial
Pada April 2025, Yuran mengunggah kritik di akun X-nya tentang manajemen buruk Liga 1, seperti jadwal kacau dan dugaan pengaturan skor. Unggahan ini langsung viral, mengundang ribuan dukungan dari fans. Namun, PSSI menilai pernyataan Yuran mencoreng reputasi sepak bola Indonesia, seperti laporan Kompas.com. Komite Disiplin PSSI lantas menghukum Yuran dengan larangan bermain satu tahun dan denda Rp50 juta. Oleh karena itu, kasus ini memicu perdebatan sengit: apakah Yuran berani atau justru ceroboh?
Sanksi 12 bulan memaksa Yuran absen di sisa Liga 1 2025 dan kompetisi AFC. PSM Makassar kini kesulitan mencari bek sekaliber Yuran. Pelatih PSM, Bernardo Tavares, kepada Detik.com, menyatakan, “Yuran adalah kunci lini belakang kami. Hukuman ini sangat merugikan.” Selain itu, kontrak Yuran yang berakhir pada 2026 berisiko tidak diperpanjang jika performanya menurun. Untuk itu, Yuran harus tetap berlatih keras dan mempertimbangkan langkah hukum guna memperpendek masa sanksi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fans sepak bola Indonesia terpecah atas kasus ini. Banyak suporter mendukung Yuran, bahkan meluncurkan tagar #BebaskanYuran yang trending di X pada 9 Mei 2025. Sebaliknya, beberapa pihak, termasuk anggota Komdis PSSI, mengecam sikap Yuran sebagai tidak profesional. Pemain senior Stefano Lilipaly, dalam wawancara Bola.net, menegaskan, “Kritik harus disampaikan di forum resmi, bukan media sosial.” Sementara itu, suporter PSM menuntut PSSI membuka proses pengambilan keputusan secara transparan.
PSSI sering menghadapi kritik karena inkonsistensi sanksi. Pada 2023, misalnya, Diego Michiels hanya menerima larangan enam bulan atas pelanggaran serupa. Laporan CNN Indonesia menyebut sebagian pihak curiga PSSI ingin membungkam suara kritis. Selain itu, minimnya saluran resmi untuk keluhan pemain asing memperburuk situasi. Istilah force majeure dalam regulasi PSSI, yang merujuk pada keadaan darurat, kerap memicu interpretasi sepihak. Oleh karena itu, PSSI perlu mereformasi sistem disiplinnya.
Langkah Yuran Hadapi Sanksi
Yuran berencana mengajukan banding melalui tim hukumnya. Jika gagal, ia mungkin kembali ke Cabo Verde atau mencoba peruntungan di liga Malaysia atau Thailand. Selanjutnya, Yuran harus memperbaiki citra publiknya untuk meredam kontroversi. Pakar sepak bola Tommy Welly, dalam kolom Tempo.co, menyarankan, “Yuran perlu fokus pada kebugaran dan hindari konflik media.” Dengan demikian, strategi di luar lapangan kini krusial bagi masa depan karirnya.
Kasus Yuran Fernandes mencerminkan ketegangan antara kebebasan berpendapat dan aturan sepak bola Indonesia. Akankah PSSI membuka ruang dialog dengan pemain? Sampaikan pandapat Anda di kolom komentar!