Nusantara Media – Sebuah studi dari Harvard mengungkapkan bahwa individu berusia 18 hingga 25 tahun cenderung mengalami tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya.
Anak-anak muda dalam rentang usia ini sering merasa kondisi fisik mereka tidak dalam keadaan optimal.
Penelitian ini merupakan bagian dari Global Flourishing Study yang melibatkan lebih dari 200.000 responden dari 22 negara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasilnya menunjukkan bahwa dewasa muda kerap mengalami kesepian yang mendalam.
Para peneliti mengungkap bahwa kurangnya teman bukan satu-satunya penyebab kesepian. Mereka menegaskan bahwa kesepian muncul dari perasaan kosong eksistensial yang sulit diisi oleh aktivitas atau hubungan biasa.
Arthur C. Brooks, profesor dari Harvard yang memimpin studi ini, secara tegas mengkritik generasi muda karena membentuk ikatan sosial yang dangkal dan gagal memberikan dampak positif bagi kesejahteraan mereka.
Ia melihat bahwa interaksi yang berlangsung di dunia maya berkontribusi besar terhadap rendahnya kualitas hubungan tersebut.
Brooks mengatakan bahwa menjauh dari kebiasaan digital dapat meningkatkan kebahagiaan. Meninggalkan mencari validasi lewat likes atau pesan singkat akan memiliki tingkat kebahagiaan yang jauh lebih tinggi.
Fenomena Ketidakbahagiaan Gen Z Menurut Studi Harvard

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini mendominasi kelompok usia muda dan aktif membentuk dinamika sosial di era saat ini.
Gallup dan Walton Family Foundation secara aktif menyurvei Gen Z pada akhir November 2023 melalui program Voices of Gen Z, dan hasilnya menunjukkan bahwa banyak dari mereka secara terang-terangan mengungkapkan ketidakbahagiaan dalam hidup mereka.
Survei tersebut mengumpulkan jawaban dari 2.271 anak muda berusia 12 hingga 26 tahun di Amerika Serikat.
Hasilnya menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari mereka yang merasa sangat bahagia, sedangkan hampir setengahnya menyebut diri mereka cukup bahagia.
Namun, lebih dari 25 persen responden mengaku tidak bahagia.
Temuan lain dari studi ini menunjukkan bahwa sebagian Gen Z tidak selalu merasa bahwa hidup mereka memiliki arti.
Sekitar setengahnya kerap mengalami kecemasan, dan sekitar 20 persen merasa tertekan secara emosional.
Apa Penyebabnya?
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kebahagiaan di kalangan Gen Z mencakup kondisi keuangan, kesehatan mental, dan perasaan puas terhadap lingkungan sekolah maupun tempat kerja.
Banyak dari mereka menganggap aktivitas harian seperti belajar atau bekerja tidak membawa makna yang berarti.
Gallup mencatat bahwa sebagian besar Gen Z tidak merasa memiliki arah hidup yang jelas.
Sebagian dari mereka merasa hidup mereka berjalan biasa saja tanpa makna mendalam.
Peneliti menegaskan bahwa Gen Z yang terlibat dalam aktivitas menarik dan bermakna merasa lebih bahagia. Contohnya adalah bekerja dengan tujuan jelas atau melakukan kegiatan yang memuaskan. Keterlibatan aktif ini membantu mereka meningkatkan kebahagiaan secara signifikan.
Selain itu, waktu istirahat yang cukup dan kesempatan untuk bersantai secara rutin juga terbukti menjadi indikator penting dalam menciptakan rasa bahagia di kalangan Gen Z.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf
Editor : Redaksi