Pandeglang, Nusantara Media – RSUD Aulia Pandeglang kembali menjadi sorotan akibat dugaan pengalihan status pasien BPJS Kesehatan menjadi pasien umum. Kasus ini menimpa Kasa (72), warga Desa Sumurlaban, Kecamatan Angsana, yang mengalami sesak napas dan masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada 27 September 2025.
Kasa masuk IGD RSUD Aulia dengan keluhan sesak napas dan terdaftar sebagai pasien BPJS Kesehatan. Pihak rumah sakit memutuskan untuk merawat Kasa secara inap guna observasi lebih lanjut. Namun, sebelum 24 jam, Kasa meminta pulang atas kemauan sendiri. Direktur RSUD Aulia, Dr. Rita Permata Sari, menjelaskan bahwa pasien yang pulang sebelum 24 jam tidak memenuhi syarat klaim BPJS Kesehatan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2018.
“Pasien awalnya menggunakan BPJS dan sudah kami input ke sistem. Namun, karena pasien memilih pulang lebih awal, klaim BPJS tidak berlaku,” kata Rita dalam konferensi pers di Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang pada Jumat, 3 Oktober 2025, pukul 10.00 WIB.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski aturan BPJS jelas, permasalahan muncul dari bukti pembayaran yang diterima Kasa. Kwitansi tersebut tidak mencantumkan stempel resmi atau tanda tangan pihak rumah sakit. Angga Iskandar Winata, Kasubag RSUD Aulia, menyebut hal ini sebagai “human error.”
“Kwitansi yang benar sudah kami siapkan. Ini murni kesalahan manusiawi,” ujar Angga.
Namun, pernyataan ini menuai kritik. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang, Hj. Eniyati, SKM., M.Kes, menegaskan bahwa kwitansi tanpa stempel dan tanda tangan adalah pelanggaran serius. “Saya kaget melihat nota penagihan yang tidak sah. Meski pihak rumah sakit menyebut ini human error, hal seperti ini tidak boleh terjadi,” tegas Eniyati.
Raeynold Kurniawan, Ketua Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) DPC Pandeglang, menyatakan kecurigaan atas praktik yang terjadi. Ia menduga rumah sakit tetap mencairkan klaim BPJS sambil memungut pembayaran tunai dari pasien.
“Kalau ini hanya human error, kami tidak bisa menerima alasan itu. Ini menyangkut hak masyarakat kecil. Struk pembayaran tercetak dari komputer, bukan tulisan tangan. Jadi, alasan human error terasa mengada-ada,” kata Raeynold.
Jaka Somantri, Sekjen Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Pandeglang, menambahkan bahwa kasus ini mencerminkan masalah transparansi dan integritas pelayanan kesehatan. “Masyarakat kecil tidak boleh terus menjadi korban. Rumah sakit harus bertanggung jawab atas prosedur yang jelas dan sah,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menjamin hak setiap warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis. Pasal 19 ayat (2) menyebutkan bahwa peserta berhak atas pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sementara Pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pelayanan sesuai kebutuhan medis.
Namun, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 52 ayat (1) huruf j menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan tidak ditanggung BPJS jika pasien pulang atas permintaan sendiri. Meski demikian, Pasal 58 ayat (1) mewajibkan fasilitas kesehatan memberikan pelayanan sesuai indikasi medis tanpa menolak peserta. Oleh karena itu, RSUD Aulia tetap harus memastikan administrasi yang transparan dan akuntabel.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan pelayanan BPJS Kesehatan di daerah. Masyarakat menanti langkah tegas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang dan aparat penegak hukum untuk mencegah kasus serupa. Transparansi dalam pelayanan kesehatan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem BPJS Kesehatan.
Penulis : Redaksi