P2G: Ganti Menteri Bukan Alasan Ganti Haluan Pendidikan, Jurusan IPA-IPS-Bahasa Kembali Dihidupkan

- Writer

Minggu, 13 April 2025 - 12:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah siswa belajar bersama seusai mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)  (Antara Foto/Rafiuddin Abdul Rahm)

Sejumlah siswa belajar bersama seusai mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) (Antara Foto/Rafiuddin Abdul Rahm)

Nusantara Media – P2G mengkritik keras rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti yang berencana menerapkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA, karena kebijakan ini jelas menunjukkan arah pendidikan yang kacau dan tidak konsisten.

Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), menyatakan bahwa kebijakan ini menjadikan siswa sebagai objek eksperimen dari perubahan kebijakan yang terus berganti.

“Kalau dasar kebijakan pendidikan nasional hanya karena pendekatannya beda antara Nadiem dan Mu’ti, ini berbahaya. Acuan seharusnya adalah dokumen negara seperti RPJPN, RPJMN, dan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025–2045,” tegas Satriwan kepada inilah.com, Sabtu (12/4/2025).

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menilai, perubahan besar yang terjadi setiap kali ada pergantian menteri hanya akan memperkeruh peta pendidikan nasional dan menghambat tujuan jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045.

“Kalau tiap lima tahun ganti menteri ganti arah, anak-anak kita akan selalu jadi korban eksperimen kebijakan. Ini tidak adil,” lanjutnya.

Banyak Pihak Menilai Pelaksanaan Kurikulum Merdeka tidak Konsisten

Lambang Kurikulum Merdeka (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia)

Satriwan menyadari bahwa semangat di balik penghapusan penjurusan pada Kurikulum Merdeka sesungguhnya bertujuan positif—memberikan keleluasaan bagi siswa mengeksplorasi bakat mereka. Namun, ia mengungkapkan bahwa di realitas lapangan, mayoritas sekolah justru kembali menyusun pembelajaran dalam format menyerupai jurusan.

Baca Juga :  Tanjung Lesung: Destinasi Wisata Favorit Di Banten

“Sekolah-sekolah tetap menyusun menu pembelajaran dalam bentuk paket science, social-humaniora, dan campuran. Secara substansi, ini sebenarnya ya penjurusan juga, hanya dibungkus berbeda,” jelasnya.

Satriwan meminta pemerintah gencar melakukan sosialisasi jika ingin mengembalikan sistem penjurusan.
Langkah ini penting agar siswa dan orang tua tidak bingung menghadapi perubahan.

Pemerintah akan menjadikan siswa kelas 11 sebagai kelompok pertama yang merasakan dampak TKA pada November 2025.

P2G Kritik Terhadap TKA: Ancaman bagi Jalur Prestasi

P2G
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) (https://p2g.or.id)

Dalam hal seleksi masuk perguruan tinggi, P2G juga menyampaikan penolakan terhadap penggunaan TKA sebagai satu-satunya parameter seleksi jalur prestasi. Satriwan menegaskan bahwa kita harus tetap menghargai unsur lain seperti rapor dan prestasi siswa.

Satriwan mengatakan bahwa jika TKA menjadi satu-satunya acuan, pihak pemerintah akan menghapus jalur prestasi secara de facto. Ia juga menambahkan bahwa hal ini akan mendelegitimasi nilai rapor dan mematikan semangat belajar siswa.

Ia menawarkan alternatif sistem seleksi yang lebih berimbang dengan mempertimbangkan empat indikator utama:

  1. Rapor dari semester 1 hingga 5
  2. Sertifikat prestasi akademik dan non-akademik
  3. Indeks sekolah seperti akreditasi dan rekam jejak alumni
  4. TKA sebagai penunjang, bukan satu-satunya penentu
Baca Juga :  Pos Yandu Tiung Gelar Penimbangan Anak untuk Cek Kesehatan

Satriwan mengingatkan bahwa jika nilai rapor tidak lagi berperan dalam seleksi, maka semangat belajar siswa bisa padam sejak pertengahan kelas 11.

“Kalau rapor dianggap tidak penting, anak kelas 11 cuma akan belajar sampai November. Setelah itu, belajar sekadarnya. Ini sangat berbahaya,” tambahnya.

Tegaskan Pentingnya Sistem yang Jujur, Bukan Menyeragamkan

P2G menanggapi kritik yang menyebut nilai rapor tidak kredibel akibat ulah segelintir guru yang “mengatrol nilai”.

Satriwan menilai pendekatan ini keliru dan justru bisa mencederai integritas pendidik secara menyeluruh.

“Jangan karena sebagian guru curang, lalu nilai rapor dianggap tidak bisa dipercaya. Itu sama saja mendelegitimasi moral guru-guru se-Indonesia,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa dunia pendidikan bukan sekadar urusan birokrasi dan efisiensi administratif, melainkan soal membangun karakter, komitmen, dan masa depan anak bangsa.

Pemerintah, katanya, tidak boleh begitu saja mengabaikan perjuangan para guru dan siswa hanya demi mengikuti arus perubahan kebijakan baru.

Penulis : Ikhwan Rahmansyaf

Follow WhatsApp Channel nusantara.media untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Rekonstruksi Nilai Budaya Kesultanan Banten”
Rangkaian Pra-TMMD Ke-124 Tahun 2025
Proyek Jalan di Pandeglang Diduga Bermasalah
Haul Ke-10 KH. Bunyamin di Bekasi
Oknum Mandor di Bekasi Diduga Lakukan Pemerasan
42 Bangunan Tanpa Izin di Bekasi Dibongkar
Lapas Narkotika Bandar Lampung Gelar Bhakti Sosial
Mahasiswa Sastra Sunda Unpad Gali Budaya Banten Lewat KKL
Berita ini 34 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 16 April 2025 - 20:11 WIB

Rekonstruksi Nilai Budaya Kesultanan Banten”

Rabu, 16 April 2025 - 19:47 WIB

Rangkaian Pra-TMMD Ke-124 Tahun 2025

Rabu, 16 April 2025 - 19:32 WIB

Proyek Jalan di Pandeglang Diduga Bermasalah

Rabu, 16 April 2025 - 19:08 WIB

Haul Ke-10 KH. Bunyamin di Bekasi

Rabu, 16 April 2025 - 17:59 WIB

Oknum Mandor di Bekasi Diduga Lakukan Pemerasan

Berita Terbaru

Banten

Rekonstruksi Nilai Budaya Kesultanan Banten”

Rabu, 16 Apr 2025 - 20:11 WIB

Kepulauan Riau

Rangkaian Pra-TMMD Ke-124 Tahun 2025

Rabu, 16 Apr 2025 - 19:47 WIB

Banten

Proyek Jalan di Pandeglang Diduga Bermasalah

Rabu, 16 Apr 2025 - 19:32 WIB

Jawa Barat

Haul Ke-10 KH. Bunyamin di Bekasi

Rabu, 16 Apr 2025 - 19:08 WIB

Jawa Barat

Oknum Mandor di Bekasi Diduga Lakukan Pemerasan

Rabu, 16 Apr 2025 - 17:59 WIB