Nusantara Media – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendorong pejabat di Indonesia untuk meniru pejabat di negara-negara Eropa, seperti Swedia, yang rutin menggunakan transportasi umum.
Menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), keberadaan banyak pejabat yang dikawal turut menyebabkan kemacetan di jalan raya.
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, berpendapat bahwa hanya presiden dan wakil presiden yang seharusnya menerima fasilitas patroli dan pengawalan (patwal).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perhitungkan, sekarang setiap hari lebih dari 100-an kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stress dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal.” kata Djoko, dikutip dari detikOto, Selasa (28/1/2025).
Djoko juga melanjutkan bahwa masyarakat umum menggunakan jalan yang mereka bangun melalui pungutan pajak.
“Tentunya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu sesuai Pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tambah Djoko.
Djoko berharap pejabat dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam menggunakan transportasi publik, terutama bagi pejabat yang sering melintas di Jakarta.
Pentingnya Pejabat Menggunakan Angkutan Umum

Di Jakarta, Djoko menambahkan, layanan transportasi sudah saling terhubung. Setiap kali keluar dari hunian di Jakarta, masyarakat dapat dengan mudah menemukan halte atau bus stop angkutan umum. Jaraknya tidak lebih dari 500 meter.
Djoko menjelaskan bahwa layanan angkutan umum di Jakarta kini sudah merata dan sebanding dengan kota-kota besar lainnya di dunia, di mana baik masyarakat maupun pejabat terbiasa menggunakan transportasi umum.
Jakarta menawarkan berbagai pilihan angkutan umum, mulai dari ojek, bajaj, mikrolet, bus, KRL, LRT, hingga MRT.
Djoko juga menambahkan bahwa presiden dan wakil presiden saja yang berhak menggunakan kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia.
Djoko mengungkapkan bahwa pejabat negara sebaiknya membiasakan diri menggunakan angkutan umum setidaknya sekali seminggu.
Dengan berbaur bersama masyarakat, pejabat dapat merasakan dan memahami kondisi kehidupan masyarakat secara langsung.
Dia menambahkan bahwa Indonesia membutuhkan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Dia menilai bahwa sangat sedikit pejabat yang mau menggunakan kendaraan umum setiap hari untuk pergi bekerja.

Perbandingan Indonesia dengan Swedia
Pejabat Swedia Gunakan Transportasi Umum
Swedia, misalnya, tidak memberikan fasilitas mewah kepada pejabatnya seperti di Indonesia. Di negara Skandinavia ini, para politikus tidak menikmati hak istimewa.
Mereka bepergian menggunakan bus dan kereta, tanpa mobil dinas atau sopir pribadi, bersama warga yang mereka wakili.
Joakim Holm, warga Swedia, menegaskan sebagai pembayar pajak, ia tidak melihat alasan memberi kehidupan mewah kepada para politikus.

Politikus Swedia bahkan enggan menggunakan taksi. Karena mereka tahu jika menggunakan taksi yang lebih eksklusif daripada transportasi massal, mereka akan menjadi sorotan publik dan headline media.
Bahkan, juru bicara parlemen Swedia mendapatkan kartu untuk menggunakan transportasi umum. Hanya perdana menteri yang berhak menggunakan mobil dinas dari pasukan keamanan secara permanen.
Pejabat Indonesia Dapat Kendaraan Dinas
Di Indonesia, pejabat seperti menteri mendapatkan kendaraan dinas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1980 mengatur tentang hak keuangan dan administratif menteri negara serta bekas menteri negara dan janda/dudanya, termasuk urusan kendaraan dinas yang tercantum dalam BAB III Pasal 5.
Bahkan, baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai standar kendaraan dinas untuk pejabat.
Berdasarkan aturan terbaru PMK 138 Tahun 2024 tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara, menteri mendapat jatah maksimal mobil dinas dua unit sedangkan wakil menteri satu unit.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf
Editor : Redaksi