Nusantara Media – Lee Kuan Yew, tokoh penting dalam sejarah Asia, wafat pada Senin dini hari, 23 Maret 2015.
Bagi Singapura, kepergiannya meninggalkan warisan besar yang menjadi fondasi bagi kemajuan negara tersebut hingga kini.
Selama 91 tahun hidupnya, Lee menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lee Kuan Yew memimpin Singapura dengan ketegasan dan menerapkan kebijakan strategis yang secara drastis mengubah negaranya menjadi salah satu negara maju dengan pendapatan per kapita yang tinggi.
Di bawah arahannya, masyarakat Singapura menikmati akses luas terhadap layanan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas publik yang berkualitas.
Singapura pun berkembang menjadi destinasi utama para tenaga kerja asing, yang kini mencakup sekitar 20% dari total populasi lima juta jiwa.
Setelah Perang Dunia II berakhir dan Singapura resmi berpisah dari Malaysia pada tahun 1965, Lee Kuan Yew langsung mengambil kendali dan memimpin sebagai perdana menteri pertama negara itu.
Pada saat itu, berbagai pihak secara terbuka meragukan kemampuan Singapura untuk bertahan, karena mereka menilai negara kecil itu tidak memiliki cukup sumber daya alam untuk menopang hidupnya.
Namun, Lee menghadapi tantangan besar dengan berani. Ia harus mengatasi pengangguran tinggi, krisis perumahan, dan praktik korupsi yang merajalela.
Berkat langkah-langkah yang ia ambil, kondisi ekonomi membaik drastis. Produk Nasional Bruto (GNP) per kapita yang semula hanya US$443 pada tahun 1960 melonjak menjadi US$6.634 di pertengahan 1980-an.
Kini, angka tersebut telah melewati US$60 ribu.
Kebijakan Lee juga berhasil mengurangi angka pengangguran dan menciptakan banyak lapangan kerja.
Ia mendorong pembangunan hunian rakyat secara masif, sehingga proporsi warga yang tinggal di perumahan publik naik dari 9% menjadi 81%.
Pemerintahan Bersih dan Fokus pada Sumber Daya Manusia
Keberhasilan ini berbanding terbalik dengan kondisi di beberapa negara lain, termasuk Indonesia yang berada di peringkat ke-107 dalam indeks persepsi korupsi dunia.
Lee meyakini bahwa pemerintahan yang bersih mampu menarik kepercayaan investor global.
Ia membangun sistem yang transparan dan akuntabel, menjadikan Singapura sebagai salah satu negara dengan iklim investasi terbaik menurut Business Environment Risk Intelligence (BERI) tahun 2014.
Negara ini juga dinilai memiliki kemudahan tertinggi untuk berbisnis secara global.
Dalam membangun perekonomian, Lee memfokuskan perhatiannya pada pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Ia menilai bahwa daya saing suatu bangsa bergantung pada mutu pendidikannya. Oleh karena itu, ia melakukan reformasi besar-besaran pada sistem pendidikan, menjadikannya berbasis inovasi dan kewirausahaan.
Menurutnya, individu terdidik seharusnya mampu menciptakan lapangan kerja, bukan hanya mencarinya.
Lee mengarahkan sistem pendidikan agar menghasilkan inovator, investor, dan wirausahawan yang mampu membawa perubahan melalui produk dan layanan baru yang memperkaya kehidupan masyarakat.
Transformasi ini menjadikan Singapura sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Kebijakan Sosial dan Regenerasi Kepemimpinan Lee Kuan Yew

Pada akhir 1960-an, Lee mulai khawatir dengan laju pertumbuhan penduduk yang pesat.
Ia pun memperkenalkan program “dua anak cukup” dan mendorong pasangan untuk menjalani sterilisasi setelah memiliki dua anak.
Pemerintahan Goh Chok Tong secara tegas menghentikan program ini karena keberhasilannya justru menekan angka kelahiran hingga turun drastis.
Tahun 1983, Lee meluncurkan kebijakan yang sempat menuai kontroversi.
Ia menyuarakan pentingnya pria Singapura menikahi perempuan berpendidikan tinggi, karena banyak lulusan universitas yang memilih untuk tidak menikah. Kritik pun muncul, terutama dari kalangan perempuan.
Pemerintah kemudian membentuk lembaga khusus bernama Unit Pengembangan Sosial yang bertugas mempertemukan pria dan wanita berpendidikan tinggi dalam upaya meningkatkan angka pernikahan di kalangan sarjana.
Lee mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada tahun 1990 dan memberikan ruang kepada generasi muda untuk mengambil alih kepemimpinan.
Putra sulung Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong, kini memimpin Singapura dengan tangguh sebagai perdana menteri ketiga negara tersebut.
Dalam sebuah wawancara tahun 1996, Lee menyampaikan keyakinannya bahwa ia telah meninggalkan Singapura di tangan pemimpin-pemimpin andal.
Ia menyebut bahwa keberhasilan Singapura membutuhkan dua unsur utama: pemimpin yang tangguh, berdedikasi, dan jujur, serta masyarakat yang sadar akan kelemahan negara dan siap bekerja sama dalam menghadapi setiap tantangan.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf
Editor : Redaksi