Bandung, Nusantara Media — Pemerintah desa se-Kabupaten Bekasi mengikuti kegiatan retret pembentukan karakter yang digelar oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Kegiatan ini menyedot perhatian publik karena menggunakan dana APBD 2025 sebesar Rp 5 miliar.
Lebih dari 700 peserta yang terdiri dari kepala desa, ketua BPD, Kaur Keuangan, dan operator Siskusdes mengikuti retret selama empat hari, dari 21 hingga 24 April 2025. Kegiatan berlangsung di Sekolah Calon Perwira (Secapa) Angkatan Darat, Bandung, dan diklaim sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa.
Kritik Terhadap Alokasi Anggaran
Namun, besarnya anggaran menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak. Sofyan, Ketua Komunitas Sosial Media Indonesia (KOSMI), menilai pengeluaran tersebut tidak wajar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jalan desa masih rusak, air bersih belum merata, dan banyak warga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Lalu, kenapa justru dana miliaran digunakan untuk pelatihan di Bandung?” kata Sofyan dengan nada kecewa.
Rincian Biaya yang Dinilai Tidak Efisien
Berdasarkan dokumen perencanaan, dana Rp 5 miliar dialokasikan untuk pelatihan, logistik, atribut, dan perlengkapan peserta. Dengan empat orang dari setiap desa dan total 175 desa, biaya per peserta mencapai sekitar Rp 7,1 juta.
Angka ini dianggap terlalu tinggi. Padahal, lokasi pelatihan berada di kawasan militer yang biasanya memiliki standar biaya lebih efisien.
Selain itu, pengamat kebijakan publik Arif Nugroho meminta agar penggunaan anggaran ini diaudit. Ia menekankan pentingnya indikator keberhasilan yang jelas dalam program semacam ini. “Kalau tidak terukur, ini berpotensi jadi pemborosan uang rakyat,” ujarnya.
Warga Pertanyakan Prioritas Daerah
Sementara itu, sejumlah warga dari Tambun dan Cikarang Barat mengungkapkan keluhan terkait pembangunan yang berjalan lambat. Mereka menilai pemerintah lebih baik memprioritaskan infrastruktur dasar ketimbang retret aparatur desa.
“Daripada dipakai untuk pelatihan, lebih baik dana itu memperbaiki jalan-jalan desa. Retret boleh, tapi jangan sampai rakyat jadi korban,” kata Rina, warga Desa Sukamahi.
Ketimpangan Pembangunan Masih Jadi Sorotan
Kabupaten Bekasi yang berbatasan langsung dengan Jakarta, ternyata masih menghadapi persoalan serius. Angka pengangguran di daerah ini mencapai 7,2% pada 2024, dan sekitar 15% desa belum memiliki akses listrik yang stabil.
Sebagai pembanding, dana untuk retret ini setara dengan 20% anggaran kesehatan di satu kecamatan.
Pentingnya Evaluasi dan Efisiensi Program
Pemerhati tata kelola desa, Dini Septiani, mengakui bahwa pelatihan aparatur desa memang penting. Namun, ia menekankan bahwa program semacam itu harus dilakukan secara efisien, berbasis lokal, dan sesuai kebutuhan riil masyarakat.
“Retret di luar kota seperti ini justru bisa membuat pejabat desa terputus dari realitas desanya sendiri,” pungkasnya.
Penulis : David
Editor : Admin