Jakarta, Nusantara Media — Pemerintah kini merencanakan perubahan terkait jam mengajar guru, dengan mengurangi kewajiban jam mengajar tatap muka hingga 24 jam per minggu.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana memangkas beban mengajar guru menjadi hanya 16 jam setiap pekan.
Guru-guru nantinya akan memanfaatkan sisa waktu 8 jam untuk bimbingan konseling siswa, pelatihan pengembangan diri, serta kegiatan di organisasi kemasyarakatan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, pihak terkait masih membahas rencana ini dan belum mengesahkannya sebagai kebijakan resmi.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti pertama kali mengungkapkan langkah ini usai rapat kerja tertutup dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Menurutnya, guru akan lebih memfokuskan diri pada pembentukan karakter siswa.
”Kami sudah mempersiapkan peraturan menteri, yakni guru tidak harus mengajar 24 jam dalam satu minggu, tetapi cukup 16 jam saja,” kata Mu’ti.
Distribusi Guru Tidak Merata Jadi Tantangan Utama Kebijakan Pengurangan Jam Mengajar
Kemendikdasmen juga berencana memperkuat pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam bidang bimbingan konseling (BK) dan pendidikan nilai.
Selama ini, hanya guru BK yang memiliki kedua kemampuan ini. Namun, nantinya seluruh guru harus memenuhinya sebagai persyaratan sertifikasi dalam Pendidikan Profesi Guru.
Guru masa kini harus menguasai bukan hanya kemampuan pedagogis, tetapi juga kemampuan membimbing siswa agar tumbuh menjadi individu berkarakter.
Namun demikian, banyak pihak langsung bertanya siapa yang akan mengisi kekosongan pengajaran di kelas jika guru mengurangi jam tatap muka.
Harapan dan Keraguan atas Skema Baru Pengurangan Beban Guru

Kemendikdasmen berharap, dengan skema baru ini, guru bisa lebih fokus mendampingi siswa, membantu mereka menghadapi masalah di luar pelajaran, dan memperkuat pendidikan nilai.
Meski begitu, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menyampaikan keraguan terhadap efektivitas rencana ini.
Pada Kamis (24/4/2025), Retno menyatakan bahwa banyak guru di lapangan saat ini mengajar lebih dari 24 jam per minggu, mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang memperbolehkan mereka mengajar antara 24 hingga 40 jam per minggu.
Menurut Retno, masalah utama bukan pada jumlah guru, melainkan distribusi yang timpang.
Dampak Pengurangan Beban Guru bagi Siswa dan Sekolah

Kekurangan guru di banyak daerah memaksa sebagian guru untuk mengajar melebihi beban yang ditentukan, sementara sekolah negeri dilarang merekrut guru honorer.
Retno mengatakan bahwa meskipun pengurangan jam mengajar menjadi 16 jam per minggu akan menyenangkan guru, masalah utama adalah kekurangan guru. Dia menekankan bahwa aturan ini harus mempertimbangkan data terlebih dahulu, karena meskipun jumlah guru tampak berlebihan, distribusinya tidak merata.
Data dari Kemendikdasmen menyebutkan, ada 3,31 juta guru di Indonesia, dengan rasio satu guru menangani 15 siswa.
Rasio ini sebenarnya masih di bawah ketentuan ideal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang menetapkan rasio satu guru untuk 20 siswa di tingkat SD, SMP, dan SMA.
Selain itu, Retno menegaskan bahwa pemerintah perlu juga memperhitungkan beban kerja guru yang bukan hanya mengajar tatap muka.
Selama ini, banyak guru masih terbebani urusan administratif yang tidak diperhitungkan dalam jam mengajar.
”Itu semua, kan, juga sebenarnya beban, tetapi selama ini tidak dihitung, yang dihitung hanya jam mengajar,” tuturnya.
Heru Purnomo, anggota Dewan Kehormatan FSGI, mendesak agar pihak berwenang segera memperbaiki distribusi guru. Jika tidak, pengurangan jam mengajar menjadi 16 jam per minggu akan merugikan siswa.
Guru yang seharusnya menyampaikan materi pelajaran tepat waktu justru menunda atau bahkan menghilangkan materi tersebut.
Selain itu, semakin banyak jam kosong di sekolah akan membuat siswa kurang terkontrol dan rawan terlibat dalam perilaku negatif.
”Kalau jam mengajar dikurangi, nanti yang mengajar siapa? Ketika tidak ada yang kekosongan guru dalam jam belajar akan sangat rawan terjadi tindak kekerasan, baik antarsiswa, guru dan siswa, dan sebagainya,” ucap Heru.
Kini para guru menunggu aturan resmi yang lebih rinci dari Mendikdasmen Abdul Mu’ti.
Kebijakan yang jelas akan membantu guru beradaptasi, memastikan kualitas pendidikan tetap terjaga.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf