Bekasi, Nusantara Media —
Hujan deras yang mengguyur Bekasi sejak malam sebelumnya kembali memunculkan genangan air di titik rawan banjir, salah satunya Underpass Bulak Kapal. Meski dilengkapi pompa air, ketinggian air mencapai 50 cm hingga menyebabkan kendaraan roda dua mogok dan arus lalu lintas terhambat. Kejadian ini memicu kritik publik terhadap efektivitas infrastruktur pengendali banjir di kota tersebut.
Warga setempat mengeluhkan lambannya respons pihak berwenang. “Pompa sudah ada, tapi genangan air tetap terjadi setiap hujan besar. Ini jelas soal pemeliharaan yang tidak maksimal,” ujar Andi, pengendara yang terjebak di lokasi. Keluhan serupa juga sering muncul di wilayah lain seperti Jakarta, di mana **genangan air** kerap mengganggu aktivitas warga.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga mencerminkan lemahnya antisipasi terhadap dampak perubahan iklim dan urbanisasi. Data BMKG menunjukkan peningkatan 30% curah hujan ekstrem di Bekasi dalam 5 tahun terakhir, sementara kapasitas drainase belum ditingkatkan.
Ahli tata kota, Dr. Rina Wijayanti, menegaskan, “Pemerintah harus berinvestasi dalam sistem pemantauan real-time dan teknologi pompa cerdas. Genangan air di underpass bisa diminimalisir jika ada evaluasi rutin dan integrasi data cuaca dengan operasional pompa.”
Kerugian ekonomi akibat banjir lokal ini tidak kecil. Pedagang di sekitar Underpass Bulak Kapal mengaku omzet turun 40% saat genangan terjadi. Sementara itu, Dinas PUPR Bekasi menyatakan akan melakukan audit kinerja pompa dan mempercepat normalisasi saluran air terkait (baca: [Proyek Normalisasi Sungai Bekasi](link-internal-normalisasi)).
Masyarakat diimbau memantau informasi cuaca melalui aplikasi “Siaga Banjir” dan menghindari titik rawan saat hujan deras. Pemerintah juga didorong meningkatkan transparansi dengan melibatkan komunitas dalam pengawasan infrastruktur.
Kasus ini menjadi alarm bagi kota-kota besar di Indonesia untuk memperkuat koordinasi antarlembaga dan mengadopsi teknologi terkini. Solusi jangka panjang seperti biopori, sumur resapan, dan penataan ruang berbasis risiko banjir harus diintegrasikan agar genangan air tidak lagi jadi “tradisi” tahunan.
Penulis : David