Pandeglang, Nusantara Media – Di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, Irja dan Uun, sepasang suami-istri, hidup dalam ketidakpastian. Mereka menumpang di saung milik orang lain tanpa tanah atau dokumen resmi seperti Kartu Keluarga (KK) dan BPJS Kesehatan. Penghasilan Irja sebagai pencari kepiting hanya Rp30.000 per hari jika beruntung. Kisah mereka mencerminkan tantangan masyarakat miskin di Indonesia, khususnya dalam mengakses layanan kesehatan.

Uun mengalami keguguran yang membutuhkan operasi darurat. Ibu Iroh, tetangga yang prihatin, membawa Uun dengan losbak ke Rumah Sakit Alinda di Pandeglang. Namun, rumah sakit menolak Uun di IGD, diduga karena penampilan sederhana dan ketiadaan dokumen seperti KTP atau BPJS Kesehatan. “Mungkin mereka lihat kami pakai losbak, jadi kelihatan miskin,” kata Iroh kecewa.
Iroh tak menyerah. Ia membawa Uun ke Rumah Sakit Labuan, satu jam dari Alinda. Di sana, Uun menjalani operasi dengan biaya awal Rp20 juta. Bantuan dari bibi mereka menekan biaya menjadi Rp7 juta, tetapi Rp1 juta masih menjadi utang. “Alhamdulillah, cuma kurang sejuta,” ujar Uun, meski kondisinya belum pulih.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Irja dan Uun tidak terdata dengan baik di desa asal mereka, kata Rudi, ketua RT setempat. Akibatnya, mereka kesulitan mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk meringankan biaya kesehatan. Pemerintah mengalokasikan Rp504,7 triliun untuk bantuan sosial pada 2025, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN. Namun, distribusi yang tidak merata membuat keluarga seperti Irja dan Uun terabaikan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjamin hak warga atas layanan kesehatan tanpa diskriminasi. Namun, penolakan pasien miskin karena ketiadaan dokumen masih sering terjadi. “Yang susah tetap susah. Kalau tidak kerja, tidak makan. Kami hanya minta keadilan,” ungkap Iroh. Ia memohon Bupati Pandeglang memperhatikan warga miskin, terutama untuk akses kesehatan dan pendataan identitas.
Pemerintah desa dan instansi terkait harus memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan DTKS yang akurat, keluarga seperti Irja dan Uun dapat mengakses PBI JKN untuk layanan kesehatan gratis melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS). Aplikasi Cek Bansos dapat mempermudah pendataan dan memastikan bantuan tepat sasaran.
Irja berjanji melunasi utang Rp1 juta secara mencicil jika ada rezeki. “Kalau dapat rezeki, saya bayar,” katanya penuh harap. Sementara itu, Uun masih berjuang pulih tanpa kepastian tempat tinggal atau bantuan pemerintah. Kisah mereka mengingatkan bahwa di balik program bantuan sosial, banyak warga miskin masih terlupakan.
Penulis : Redaksi