Jakarta, Nusantara Media – Pasar saham global mengalami gejolak signifikan sejak awal April 2025, dipicu oleh eskalasi perang tarif antara Amerika Serikat dan China. Kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump telah memicu ketidakpastian ekonomi global, menyebabkan penurunan tajam di berbagai indeks saham utama dunia.
Pada 2 April 2025, Presiden Trump mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap barang-barang China hingga 145%. Sebagai balasan, China menetapkan tarif sebesar 125% terhadap produk-produk AS. Langkah-langkah ini memicu kekhawatiran akan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global dan stabilitas pasar keuangan.
Indeks saham utama di AS mengalami penurunan tajam: Nasdaq turun 11,4%, S&P 500 melemah 10,5%, dan Dow Jones terkoreksi 9,3% hanya dalam dua hari setelah pengumuman tarif tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dampak perang tarif tidak hanya dirasakan di AS, tetapi juga di pasar saham global. Indeks MSCI World turun 9,3%, FTSE MIB Italia terkoreksi 9,9%, DAX Jerman melemah 7,8%, dan Euro Stoxx 50 serta FTSE 100 Inggris masing-masing turun 8,3% dan 6,4%.
Di Asia, indeks Nikkei 225 Jepang sempat turun 7,83% pada 7 April 2025, mengingatkan pada koreksi tajam yang terjadi pada 1987. Namun, beberapa hari kemudian, pasar Asia menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dengan Nikkei 225 naik hampir 6% dan Hang Seng Hong Kong naik lebih dari 2,3% pada 8 April 2025.
Pasar saham Indonesia tidak luput dari dampak negatif perang tarif. Setelah libur Lebaran, pada 8 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 7,9% dalam sehari, memicu penghentian sementara perdagangan selama 30 menit. Secara year-to-date, IHSG telah melemah 11,67%.
Selain itu, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp29,92 triliun sejak awal tahun, menunjukkan arus keluar modal asing yang signifikan dari pasar saham Indonesia.
Para analis memperkirakan volatilitas pasar saham global akan berlanjut dalam jangka pendek, terutama jika ketegangan perdagangan antara AS dan China tidak mereda. Investor disarankan untuk berhati-hati dan mempertimbangkan diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko.
Di Indonesia, meskipun IHSG mengalami tekanan, beberapa analis melihat potensi pemulihan jika ketegangan global mereda dan fundamental ekonomi domestik tetap kuat. Namun, arus keluar modal asing tetap menjadi perhatian utama yang dapat mempengaruhi stabilitas pasar keuangan nasional.
Penulis : Ifan Apriyana