Tanjungpinang, Nusantara Media .–
Puluhan nelayan anggota Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar unjuk rasa di depan Gedung Daerah Gubernur Kepri, Kamis (15/5/2025). Mereka menuntut dua hal utama: revisi kebijakan pembatasan wilayah tangkap ikan maksimal 12 mil laut serta penghentian rencana penambangan pasir laut yang dinilai mengancam penghidupan nelayan dan ekosistem pesisir.
Ketua HNSI Kepri, Distrawandi, menegaskan dua poin tuntutan:
1. Pencabutan Aturan 12 Mil Laut
Para nelayan mendesak pemerintah merevisi Perda pembatasan wilayah tangkap. “Aturan ini jelas bertentangan dengan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan Nelayan. Pemerintah harus memprioritaskan nelayan tradisional,” tegas Distrawandi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
2. Penghentian Izin Tambang Pasir Laut
Selain itu, mereka mendesak pencabutan izin operasi pertambangan pasir laut. Menurut HNSI, aktivitas tambang berpotensi merusak habitat ikan dan meningkatkan sedimentasi perairan.
Kedua kebijakan ini mengancam 15.000 nelayan tradisional.
Aksi yang berlangsung sejak pagi sempat memanas karena Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Ketua DPRD Kepri Iman Sutiawan tidak datang untuk berdialog langsung. Sementara itu, Kapolresta Tanjungpinang, Komisaris Besar Polisi Hamam Wahyudi, yang menerima massa menjamin keamanan aksi tetap terkontrol.
massa kemudian bergerak ke Kantor DPRD Kepri di Pulau Dompak menjelang sore untuk melanjutkan tekanan.
Berdasarkan data HNSI Kepri, sekitar 15.000 nelayan tradisional terancam kehilangan mata pencaharian jika kebijakan ini tetap berlaku.
Laut adalah nafas kami. Kerusakan ekosistem berarti kematian bagi kehidupan nelayan,” seru salah seorang peserta aksi dengan emosi.
Penulis : Awang Sukowati