Nusantara Media — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa distribusi guru di Indonesia saat ini sudah mencukupi, dengan rasio jumlah guru yang mencapai 1:15.
Ia menyampaikan pernyataan ini saat mengikuti diskusi kelompok terpumpun bertema Membangun Pendidikan Bermutu untuk Semua, yang berlangsung di Jakarta Barat pada Selasa (19/11/2024).
“Rasio guru-murid di sudah cukup 1 banding 15 itu sudah sangat ideal sebenarnya,” jelas Prof. Mu’ti.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meskipun angka rasio ini tampak mencukupi, data dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menunjukkan adanya kekosongan tenaga pendidik yang cukup signifikan.
Pada tahun 2024, total kekosongan guru di Indonesia tercatat mencapai 150.095 orang. Jumlah ini terdiri dari 140.845 guru negeri dan 9.250 guru swasta.
Faktor utama yang menyebabkan kekurangan ini adalah pensiun dan penurunan jumlah peminat profesi guru.
Setiap tahunnya, sekitar 70 ribu guru pensiun. Sementara itu, jumlah guru yang lulus dari pendidikan profesi guru (PPG) pada periode 2009 hingga 2021 hanya 30.898 orang.
Hal ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan guru dan jumlah yang tersedia di lapangan.
Meskipun secara angka nasional tampak mencukupi, Prof. Mu’ti menyoroti realitas lapangan yang berbeda. Ada sekolah-sekolah yang masih kekurangan tenaga pendidik secara signifikan.
Prof. Mu’ti menjelaskan bahwa di beberapa daerah, banyak sekolah yang kekurangan tenaga pengajar. Bahkan ada yang hanya memiliki satu guru yang mengajar semua mata pelajaran.
Di sisi lain, ada juga sekolah yang jumlah gurunya justru berlebihan.
Menurutnya, masalah utama bukanlah jumlah guru, melainkan ketidakmerataan distribusi tenaga pengajar di berbagai daerah.
Selain itu, Prof. Mu’ti mengungkapkan, pemerintah masih mencatat kekurangan guru di bidang-bidang tertentu. Kekurangan itu terutama untuk mata pelajaran agama dan olahraga.
Pemerintah juga mencatat kekurangan guru kelas di banyak sekolah. Semua ini kembali bermuara pada persoalan distribusi guru yang timpang antarwilayah.
“Kami juga mendapatkan banyak data di mana guru bidang studi tertentu juga masih sangat kurang termasuk di dalamnya guru olahraga, kemudian guru agama, dan juga guru kelas tapi memang problemnya adalah pada distribusi,” paparnya.
Peran Otonomi Daerah dalam Penempatan Guru di Wilayah
Lebih lanjut, Prof. Mu’ti menyebut bahwa otonomi daerah memegang peran penting dalam masalah distribusi guru. Otonomi daerah berwenang mengatur penempatan guru di wilayahnya masing-masing.
Ironisnya, ia menyoroti bahwa posisi guru kerap terjebak dalam pusaran politik lokal.
“Sehingga guru seringkali menjadi jabatan politik guru-guru yang mendukung bupati, wali kota yang menang itu mungkin bisa langsung promosi kepala dinas,” ucapnya.
“Kalau mendukung yang kalah langsung dipindahkan ke daerah yang tidak ada sinyal dan kami di kementerian tidak bisa berbuat apa-apa dalam konteks itu karena kemenangannya memang tidak ada pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah,” tutupnya.
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf