Pandeglang, Nusantara Media – Pengadilan Negeri Kabupaten Pandeglang menjatuhkan vonis tegas terhadap lima pelaku perburuan ilegal di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Kelima terdakwa, yaitu JAJA MIHARJA (bin Alm. DURAHIM), SARMIN (bin Alm. PEPE), RUHIYAT (bin Alm. AMIN), SUKMAJAYA (bin Alm. AJAT SUDRAJAT), dan DARMA WANGSA (bin ADSA), divonis 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Putusan ini menjadi tonggak sejarah sebagai yang pertama menerapkan “Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024” revisi dari UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kelima pelaku ditangkap pada Oktober 2024 saat menyusup ke Semenanjung Ujung Kulon, zona inti yang menjadi habitat kritis badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan kawasan terlarang untuk publik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat penangkapan, petugas menemukan 10 ekor burung langka hasil buruan, termasuk:
1. 3 ekor Cucak Ranting (Chloropsis cochinchinensis).
2. 6 ekor Kores/Empuloh Jenggot (Alophoixus bres).
3. 1 ekor Seruling/Kacembang Gadung (Irena puella)
Burung-burung tersebut berperan vital menjaga keseimbangan ekosistem hutan TNUK. Selain satwa, barang bukti yang disita meliputi 10 unit handphone, 4 power bank, senter kepala, lampu cimol, hingga benang jahit.
Diduga, pelaku juga berusaha merusak memory card, kamera trap pemantau badak jawa untuk menghapus jejak.
Operasi penangkapan melibatkan gabungan Brimob Polda Banten, TNI (Babinsa), Balai TNUK, dan Yayasan Badak Indonesia (YABI).
Menurut pihak berwenang, perburuan ilegal di zona inti TNUK membahayakan kelestarian satwa endemik, termasuk badak jawa yang populasinya kritis (kurang dari 80 individu).
Hakim menyatakan masa tahanan terdakwa selama 6 bulan akan dipotong dari total vonis. Putusan ini diharapkan memberi efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak perburuan ilegal.
“Ini langkah progresif untuk penegakan hukum konservasi di tingkat tapak,” tegas pernyataan resmi Balai TNUK.
UU No. 32/2024 yang baru diresmikan tahun ini memperberat sanksi bagi pelaku perusakan ekosistem kawasan konservasi. Salah satu inovasinya adalah memperluas definisi “kegiatan terlarang” dan meningkatkan denda hingga miliaran rupiah. Putusan ini menjadi ujian pertama efektivitas UU tersebut dalam mencegah kejahatan lingkungan.
TNUK, sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, terus menjadi target perburuan dan perambahan ilegal. Kasus ini diharapkan menjadi preseden bagi penegakan hukum serupa di kawasan konservasi lainnya.
“Kami berkomitmen memulihkan populasi satwa langka. Masyarakat harus sadar: merusak alam berarti merusak masa depan kita,” pungkas Ardi, salah satu petugas TNUK yang terlibat dalam operasi.
Penulis : Tim Nusantara.media