Nusantara Media – Nama Muhamad Yani kini tengah menjadi sorotan setelah berhasil lolos program magister di salah satu universitas terbaik dunia, Harvard University. Berkat beasiswa LPDP, Yani tak perlu memikirkan biaya pendidikan. Ia telah mengamankan dukungan penuh untuk perjalanan akademisnya.
Dari Cibaliung Menuju Dunia
Yani berasal dari Cibaliung, Ujung Kulon, Banten, dan aktif membagikan konten edukatif di Instagram. Ia juga mendirikan Yayasan Pendidikan Wawasan Pusat Leuweung Hub Foundation, sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada kesehatan mental dan akses pendidikan. Bersama timnya, Yani telah menjangkau lebih dari 41.000 pelajar di berbagai wilayah Indonesia.
Terinspirasi dari Pesan Sang Ibu
Semangat belajar Yani lahir dari kesulitan hidup yang ia alami sejak kecil. Ia tumbuh dalam kondisi ekonomi terbatas. Namun, pesan sang ibu menjadi pendorong terbesar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Cukup Ibu dan Bapak saja yang tidak sekolah. Kamu harus sekolah tinggi. Kita akan bantu perjuangkan itu,” kenang Yani.
Yani kecil menerima pesan itu sambil menangis, lalu bersumpah dalam hati, “Aku akan jadi orang sukses.”
Tidur di Jalanan, Bangkit Menjadi Juara
Yani pernah terusir dari kontrakan dan harus tidur di jalan bersama keluarganya selama 10 hari. Mereka berteduh di depan ruko-ruko yang tutup, hanya berbekal pakaian di badan.
“Aku merasa hidupku sudah sangat sulit. Tapi justru dari situ, semangatku tumbuh,” ujarnya.
Setelah itu, Yani mulai serius belajar. Dari anak yang malas sekolah, ia berubah menjadi siswa peringkat pertama. Ia mendapatkan beasiswa dari SMP hingga S1, tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.
Perjuangan Sang Orang Tua yang Tak Pernah Lelah
Yani sangat menghargai perjuangan orang tuanya. Ayah dan ibunya bekerja sebagai penjual nasi goreng dan sering harus begadang hingga dini hari.
“Seringkali mereka sakit karena terlalu lelah. Aku ingin sekolah tinggi, punya penghasilan layak, dan bisa membahagiakan mereka,” tutur Yani.
Menemukan Arah di Jurusan Human Development
Pengalaman hidup Yani membentuk tujuan akademiknya. Ia memilih jurusan Human Development di Harvard karena ingin mendampingi para pemuda yang kehilangan arah.
“Aku percaya, dengan pendekatan psikologis yang tepat, pemuda-pemuda kita bisa berkembang luar biasa,” katanya.
Gagal di Columbia dan Manchester, Bangkit untuk Harvard
Keinginan Yani kuliah di luar negeri sudah muncul sejak SMA. Namun, ia baru bisa kuliah di luar pulau, yakni di Universitas Udayana, Bali. Di semester 7, ia mulai mendaftar ke Columbia University dan University of Manchester, tetapi gagal karena belum memiliki IELTS dan beasiswa.
Bahkan, pada percobaan pertama mendaftar LPDP, Yani harus menjalani operasi satu jam setelah wawancara. Sebelumnya, ia sempat dirawat karena DBD.
“Waktu itu aku belum siap secara fisik dan mental. Tapi aku belajar dari situ,” ungkapnya.
Menyempurnakan Diri, Mendaftar Ulang, dan Lolos
Setelah pulih, Yani memperbaiki esai, meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, dan memperdalam refleksi diri.
“Esai pertama terlalu egois, hanya fokus pada keinginan studi luar negeri. Esai kedua lebih matang—aku jelaskan tujuan, dampak, dan kontribusiku untuk masyarakat,” jelasnya.
Ia kemudian mendaftar ke Imperial College London dan dinyatakan lolos. Tak berhenti di situ, ia mencoba LPDP Non-LOA sambil mendaftar ke Harvard University.
“Alhamdulillah, LPDP menyatakan aku lolos. Beberapa bulan setelahnya, Harvard juga mengumumkan aku diterima sebagai mahasiswa magister,” tuturnya bangga.
Pesan untuk Anak Muda Indonesia
Yani menutup kisahnya dengan pesan mendalam:
“Sukses bukan milik orang kaya. Selama kita punya kemauan, keberanian, dan doa, Allah akan mudahkan jalannya. Jangan pernah merasa kecil karena asal atau keadaanmu. Terus berjalan dan berjuang.”
Penulis : Ikhwan Rahmansyaf