Pandeglang, Nusantara Media –
Para petani di Kabupaten Pandeglang, Banten, menghadapi kesulitan mendapatkan solar subsidi. Selain itu, kelangkaan ini mengganggu musim tanam dan panen. Traktor serta combine harvester sangat dibutuhkan saat ini, sehingga tanpa akses yang memadai, proses pertanian menjadi terhambat.
Danu, perwakilan petani Panimbang, menyampaikan keluhan ini kepada media. Ia menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai kurang mendukung petani sebagai tulang punggung swasembada pangan. Selanjutnya, Danu mengungkapkan rasa frustrasi petani karena sulitnya mendapatkan solar subsidi. “Petani selalu kesulitan membeli solar, sedangkan nelayan punya kuota melimpah dan pompa khusus di pelabuhan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyarankan pemerintah menyediakan pom minyak (POM) khusus petani di setiap kecamatan. Hal ini untuk memastikan distribusi solar subsidi tepat sasaran. “Kartu tani harus jelas agar subsidi tidak salah alamat,” tambahnya. Oleh karena itu, dengan sistem yang lebih baik, petani bisa menghindari pembelian di luar kuota.
Saat ini, petani terpaksa membeli solar di luar, dengan harga mencapai Rp8.500–Rp9.000 per liter. Akibatnya, biaya produksi petani meningkat secara signifikan. Selain itu, ini mengancam produktivitas dan swasembada pangan nasional. Tanpa solar subsidi, petani kesulitan mengoperasikan traktor dan combine harvester, sehingga kelangkaan ini menghambat pengolahan sawah dan panen. Risiko gagal panen pun meningkat. Di sisi lain, Danu menegaskan pentingnya peran petani dalam ketahanan pangan. “Jika ikan habis, orang masih bisa makan daging atau tempe. Tapi tanpa beras, seminggu saja orang tidak akan bertahan,” katanya.
Kelangkaan solar subsidi di Panimbang bukan masalah baru. Misalnya, pada Maret 2025, Polda Banten menangkap pelaku penyelewengan solar di SPBU Panimbang. Pelaku membeli solar subsidi dengan surat rekomendasi nelayan, lalu menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi. Selanjutnya, kasus serupa terjadi pada Juli 2025, dengan dugaan penyalahgunaan surat rekomendasi dari Dinas Pertanian. Kemudian, pada Agustus 2025, penimbunan solar di Sumur, Pandeglang, melibatkan kartu petani dan nelayan palsu. Ini memperparah kelangkaan secara keseluruhan.
Para pakar pertanian menilai kelangkaan ini akibat lemahnya pengawasan distribusi. Oleh karena itu, perlu reformasi sistem untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.
Fenomena serupa terjadi di Indramayu pada 2024. Di sana, petani bersaing dengan angkutan umum untuk mendapatkan solar. Hal ini menunjukkan bahwa masalah distribusi subsidi bukan hanya lokal, melainkan nasional.
Untuk mendukung swasembada pangan, pemerintah perlu memperbaiki sistem distribusi solar subsidi. Dengan distribusi yang lebih baik, sawah akan tetap produktif. Akhirnya, ini mendukung target swasembada pangan di bawah Presiden Prabowo Subianto. Akses solar yang memadai akan memastikan piring rakyat tetap terisi beras.
Penulis : Redaksi












