Pandeglang.Nusantara.media- Dewan Pimpinan Wilayah Jaringan Pemuda Mahasiswa Indonesia (DPW JPMI) Banten menggelar audiensi dengan harapan membahas isu-isu krusial terkait maritim. Namun, harapan tersebut sirna ketika tidak ada satu pun pejabat dari Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (KUPP) Kelas III Labuhan-Banten yang hadir. Hanya staf piket yang bertugas, meskipun sebelumnya pihak KUPP telah mengonfirmasi kehadiran mereka.
Audiensi ini menjadi momen penting bagi pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam DPW JPMI untuk menyampaikan beberapa poin penting kepada awak media. Salah satu isu utama yang diangkat adalah enam kapal yang kandas di pesisir pantai Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang, yang hingga kini belum mendapatkan penanganan yang memadai. Masalah ini telah berlangsung sejak tahun 2020 dan terus berlanjut tanpa solusi konkret dari KUPP Kelas III Labuhan-Banten.
Koordinator DPW JPMI Banten, Entis Sumantri, mengekspresikan kekecewaannya terhadap ketidakhadiran pejabat KUPP. Ia menegaskan bahwa masalah yang ingin mereka sampaikan adalah hal yang sangat mendesak, mengingat dampaknya terhadap lingkungan maritim di Pandeglang-Banten. “Kami menduga telah terjadi kerusakan lingkungan maritim yang parah akibat lambannya penanganan kecelakaan di pelabuhan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Entis juga menyoroti dugaan ketidakkompetenan aparat Syahbandar di KUPP Kelas III Labuhan, yang dinilai tidak memenuhi standar kompetensi dan kualifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tentang ASN. “Setiap kali terjadi kecelakaan, mereka lebih memilih berdiam diri di kantor daripada mendatangi lokasi kejadian untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tindakan aparat yang lebih memilih membantu mencarikan pembeli besi tua untuk kapal yang kandas, alih-alih memimpin proses evakuasi, sangat bertentangan dengan peraturan yang ada. Hal ini juga melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 dan PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim.
Pian HT, Koordinator Wilayah II, menambahkan bahwa sikap para pejabat KUPP Kelas III Labuhan-Banten menunjukkan ketidakpedulian terhadap peran pemuda dan mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial. “Kami sangat kecewa dengan sikap mereka yang seolah-olah anti kritik,” ujarnya.
Dampak dari ketidakkompetenan ini sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama di Kabupaten Pandeglang yang memiliki alur laut yang ramai dan sering mengalami gelombang besar. “Pantai-pantai di sana kini berubah menjadi kuburan kapal yang tidak ditangani,” ungkap Tanjung, anggota DPW JPMI.
Tanjung juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menegakkan aturan yang ada, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. “Masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang,” jelasnya.
Atas pelanggaran yang terjadi, DPW JPMI Banten menuntut agar Direktur Jenderal Perhubungan Laut mencopot atau memindahkan pejabat-pejabat KUPP Kelas III Labuhan-Banten yang dinilai tidak kompeten. “Kami akan mengawal persoalan ini hingga tuntas dan akan mendatangi Kementerian Perhubungan, KLHK, KPK, BPK, dan Kejagung untuk menuntut penyelesaian masalah maritim di pesisir Pandeglang,” tutup Entis.
Penulis : U.suryana