Dua prajurit elit TNI AD dari Kopassus, Serka N dan Kopda FH, resmi menjadi tersangka dalam kasus penculikan yang menyebabkan kematian MIP (37), kepala cabang salah satu bank BUMN. Komando Polisi Militer Kodam Jaya menahan keduanya untuk proses hukum. Kasus ini mencoreng reputasi Kopassus dan memicu sorotan publik terhadap pengawasan internal TNI.
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto, mengungkapkan bahwa motif penculikan berpusat pada uang Rp100 juta. Tersangka utama, JP, menawarkan imbalan besar kepada Serka N dan Kopda FH untuk membantu aksi kriminal. Pada 17 Agustus, JP mendatangi rumah Serka N untuk merencanakan penculikan. Keesokan harinya, Kopda FH bergabung dan meminta Rp5 juta sebagai biaya operasional. JP kemudian menyerahkan sisa Rp95 juta secara tunai kepada pelaku.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Empat eksekutor menggunakan mobil Avanza putih untuk menyergap korban pada sore hari. MIP, dengan tangan terikat dan mulut dilakban, berusaha melawan. Serka N turut menahan korban agar tidak memberontak, seperti yang dijelaskan Kolonel Donny. Namun, rencana menyerahkan korban kepada pihak bernama DH gagal. Kondisi MIP memburuk, dan pelaku akhirnya membuangnya di area persawahan.
Serka N dan Kopda FH berstatus Tidak Hadir Tanpa Izin (THTI) dari kesatuan mereka saat melakukan aksi kriminal. Kolonel Donny menegaskan bahwa status THTI sendiri merupakan pelanggaran pidana militer. Penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Kasus ini memicu kritik tajam terhadap pengawasan internal TNI, khususnya terkait prajurit berstatus THTI yang terlibat kejahatan sipil. Publik menuntut TNI AD bertindak tegas terhadap Serka N dan Kopda FH serta memperbaiki sistem pengawasan untuk mencegah kasus serupa. TNI AD kini berada di bawah tekanan untuk menunjukkan komitmen dalam menegakkan disiplin, terutama terhadap prajurit elit Kopassus yang memiliki keahlian khusus.
Kasus penculikan ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap anggota militer. TNI AD perlu memperkuat mekanisme pengawasan untuk memastikan prajurit elit tidak menyalahgunakan keahlian mereka. Langkah tegas dalam menangani pelanggaran dan reformasi internal menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik.
Penulis : David