Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Serang menuding Pemerintah Kabupaten Serang lamban dan pasif menangani dampak lingkungan aktivitas industri. Ketua HMI MPO Cabang Serang, Jamal Fahrul Awaludin, menyoroti tiga persoalan utama dalam diskusi dengan pemkab.
Warga terdampak aktivitas PT Lautan Baja Indonesia (LBI) sejak 2019 mengeluhkan retaknya fondasi rumah, banjir berkala, hingga pergeseran tanah. Fahrul menegaskan: “Masyarakat sama sekali tidak pernah melihat dokumen AMDAL yang seharusnya terbuka publik sesuai UU No. 32 Tahun 2009.”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Aktivitas PT Waskita Beton Precast, PT Jetty Samudra Marine Indonesia, dan PT SGM memicu paparan debu kronis. “Debu ini mengganggu kesehatan anak-anak hingga lansia, tapi perusahaan hampir tidak mengambil langkah pencegahan,” ujar Fahrul.
Pemkab melakukan perluasan saluran irigasi di Perumahan Puri Sava tanpa pemberitahuan, kompensasi, dan PJU memadai. Praktik ini melanggar prinsip partisipasi publik dalam pembangunan.
Fahrul menyayangkan respons pemkab yang selalu berdalih izin perusahaan merupakan kewenangan pusat. “Sampai kapan Pemkab bersembunyi di balik izin pusat sementara rakyat menderita?” tanyanya.
Ia menekankan pemerintah daerah harus berani bersikap tegas terhadap perusahaan perusak lingkungan meski izinnya dari pusat. “Keberpihakan pada rakyat adalah esensi pemerintahan daerah,” tegasnya.
HMI mempertanyakan konsistensi slogan “Banten Jawara”. “Jika ingin jadi Jawara, buktikan dengan keberanian membela rakyat, bukan diam saat warga dikepung debu dan banjir pabrik,” kritik Fahrul.
Meski pemkab mengklaim telah verifikasi lapangan, mengeluarkan surat arahan, dan melapor ke kementerian (11 Juni 2025), HMI menilai langkah ini tidak menyelesaikan masalah.
Koordinator Lapangan Surya Hadil Umami menegaskan: “Aksi kami bukti keberpihakan mahasiswa pada masyarakat terdampak. Pemkab harus berada di barisan terdepan membela kepentingan publik, bukan sekadar jadi penghubung.”
Penulis : Sandi