Nusantara Media – Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan perdagangan baru dengan Indonesia. Tarif impor produk Indonesia ke AS turun dari 32% menjadi 19%. Sebagai imbalannya, Indonesia menghapus tarif untuk produk AS. Kesepakatan ini memicu kekhawatiran terhadap industri teknologi lokal. Akankah produk elektronik Indonesia mampu bersaing? Artikel ini mengulas kesepakatan, dampaknya, dan respons pelaku industri.
Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada April 2025. Ia menetapkan tarif 32% untuk produk Indonesia karena tarif Indonesia terhadap barang AS mencapai 64%. Ekspor elektronik Indonesia, yang menyumbang 9,7% dari total ekspor nonmigas ke AS pada 2024, terancam. Setelah negosiasi, tim Indonesia yang dipimpin Menteri Airlangga Hartarto menurunkan tarif menjadi 19%. Indonesia juga sepakat membeli 50 pesawat Boeing senilai Rp552 triliun.
Trump mengumumkan kesepakatan ini di Truth Social pada 15 Juli 2025. Ia menekankan manfaatnya bagi AS:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Indonesia akan membayar tarif 19 persen, sedangkan kami tidak membayar apa pun.”
“Kami mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia.”
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menambahkan bahwa produk AS masuk tanpa tarif. Indonesia juga melonggarkan aturan TKDN untuk sektor TIK, memudahkan perusahaan seperti Apple dan Microsoft.
Persaingan Produk Lokal
Penghapusan tarif untuk produk AS mengancam industri elektronik Indonesia. Komponen TIK lokal kesulitan bersaing dengan produk impor yang lebih murah. KPPU memperingatkan banjir produk AS dapat melemahkan pasar domestik. Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menegaskan:
“Produk impor akan membanjiri pasar tanpa aturan TKDN yang ketat.”
Ekonomi dan Tenaga Kerja
Kesepakatan ini memperlebar defisit perdagangan Indonesia-AS, yang mencapai 18 miliar dolar AS pada 2024. Penurunan ekspor elektronik berisiko memicu PHK, seperti 24 ribu PHK di sektor tekstil pada 2024. Indeks Kepercayaan Industri April 2025 turun ke 51,90 akibat tekanan impor.
Presiden Prabowo Subianto menyambut kesepakatan ini melalui Instagram pada 16 Juli 2025:
“Kami membawa hubungan perdagangan Indonesia-AS ke era baru yang saling menguntungkan.”
Namun, Anggota DPR Amin Ak mengkritiknya:
“Kesepakatan ini kompromistis di bawah tekanan AS.”
Pelaku industri, seperti Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani, meminta negosiasi lanjutan untuk melindungi sektor teknologi. Postingan X dari @IDNTimes pada 10 Juli 2025 mencatat ancaman terhadap elektronik lokal.
Perang dagang AS-China meningkatkan tekanan. Produk impor dari China dan Vietnam juga membanjiri pasar Indonesia. Relaksasi TKDN melemahkan perlindungan industri lokal. Pemerintah harus menyeimbangkan komitmen perdagangan dengan daya saing domestik.
Pemerintah berencana memperbarui TIFA untuk memperkuat posisi dagang. Diversifikasi ekspor ke ASEAN dan Eropa menjadi prioritas. Insentif fiskal, seperti pengurangan PPh impor menjadi 0,5%, diharapkan meningkatkan efisiensi. Sertifikasi TKDN tetap penting meski biayanya memberatkan UMKM.
Kunjungi Nusantara Media untuk pembaruan perdagangan global, analisis mendalam, dan wawasan eksklusif. Pantau strategi Indonesia di tengah dinamika ekonomi.
Dapatkah Indonesia melindungi teknologi lokal dari tekanan impor AS? Bagikan pandangan Anda di Nusantara Media.
Penulis : Ifan Apriyana
Editor : Redaksi